Minggu, 24 Desember 2017
Selasa, 12 Desember 2017
Rabu, 06 Desember 2017
Aku Suka Menjelajah, Rifan Adlan Hakim
Menjelajah, it's Amazing.....
pkoknya Subhanalloh bangeeetttt
dan berikut adalah sebagian poto-poto yang insyaAlloh akan menjadi motivasi dan referensi kalian semuanya...
oh iya, kalian semua dapat salam dari INDONESIA
Selasa, 14 November 2017
Lirik lagu SURGA DUNIA ciptaan Rifan Adlan Hakim
SURGA DUNIA
Aku melangkah
Menyusuri rimbunnya hutan
Aku berjalan
Menerjang derasnya sungai
Aku mendaki
Menempuh jarak bukit tertinggi
Menghela nafas mata terpana ke bumi
Aku berteriak
Di atas bumi pertiwi
Menatap surga dunia sejuk di hati
Ciptaan Rifan Adlan Hakim
Kamis, 02 November 2017
THE CLUE OF DEATH
RAHAFSM PRODUCTION
present
a story by Rifan Adlan Hakim
THE CLUE OF DEATH
□□□ CHAPTER 1 □□□
Cerita ini
dimulai ketika suasana malam yang tak berbintang, disana terdapat seorang insan
yang sedang tertidur lelap, kita sebut saja orang itu bernama “Adlan”. Adlan
yang sedang tertidur di kamar pribadinya menjadikan malam
ini terasa sepi. Adlan mengenakan selimut yang sama dengan spraynya dengan
gambar bendera tim juventus sambil memeluk gulingnya. Adlan bermimpi sesuatu yang
sangat membuatnya penasaran dan ketakutan.
Di dalam mimpinya, Adlan melihat sebuah
gedung yang kelihatannya sudah tidak terpakai lagi,
temboknya yang berwarna abu ke hitaman serta terlihat bagian-bagian tembok yang
sudah mengelupas. Di setiap bawah tembok terdapat tanaman-tanaman liar yang
menandakan bahwa gedung ini memang sudah tidak terpakai lagi. Lampu-lampunya
padam, baik bagian luarnya maupun bagian dalam. Akan tetapi hanya ada satu
ruangan yang terlihat terang. Adlan mencoba masuk, hanya saja sebelum sempat masuk, baru saja beberapa
langkah, disana
terlihat samar-samar
ada seorang
nenek-nenek yang ditarik oleh seseorang yang bertubuh tinggi, besar, dan
memakai jubah berwarna hitam. Adlan mencoba mendekati lagi guna
memperjelas pandangannya. Ternyata laki-laki berjubah hitam itu sedang menarik dan
menggusur rambut nenek-nenek itu, sementara tangan kanannya membawa sebuah sabit
yang tajam dan terlihat mengkilap, menandakan bahwa sabit
tersebut sangat tajam. Orang yang memakai jubah berwarna hitam itu terus-menerus menggusur nenek-nenek
itu supaya masuk ke dalam gedung tersebut tanpa menghiraukan
teriakan dan tangisannya.
“Tolong…, tolong…, lepaskan saya…,
tolong…, lepaskan saya dari pembunuh keji ini…, lepaskan saya.” teriakan nenek-nenek itu sambil mengeluarkan
kata-kata yang sedang ketakutan, Nenek-nenek itu juga meneteskan air mata yang
terus-menerus mengalir kepipinya.
Tapi apa boleh buat, orang yang memakai
jubah hitam itu tetap saja berjalan dengan tegak sambil menarik
rambut
nenek-nenek itu.
Adlanpun merasa takut melihatnya dan
kebingungan. Adlan perlahan-lahan menuju kearah gedung itu lalu mengintip
dibalik jendela dengan penuh rasa penasaran dan ketakutan.
Baru saja menengok di
balik jendela, tiba-tiba badan Adlan merasa gemeteran ketika melihat orang yang
memakai jubah hitam itu ternyata sudah mengangkat sabitnya untuk diayunkan kearah nenek-nenek itu. Adlan
merasa panik, seolah-olah Adlan tidak berguna hidup didunia ini.
Dengan menghilangkan rasa ketakutannya,
Adlanpun mencoba memukul-mukul kaca didekatnya.
“Jangan…jangan…” teriakan Adlan dengan
perasaan panik sambil memukul-mukul kaca jendela itu.
Tapi, apa boleh buat, ternyata orang yang memakai jubah hitam itu sudah mengayunkan
tangannya mengarahkan sabit tersebut ke nenek-nenek itu.
“Slup” suara sebuah sabit yang masuk
ke kepala nenek-nenek. Orang berjubah hitam
itu terus menerus menyabit nenek-nenek itu, sehingga darah berceceran
dimana-mana. Otaknya keluar bercampur nanah dan berhamburan di atas lantai.
Tiba-tiba,
“Takk” suara tulang leher yang
terpatah. Kepala nenek-nenek itu putus, terpisah dengan badannya. Serentak
Adlan kaget, Adlanpun berteriak dengan kencangnya sambil meminta tolong. Tapi,
teriakan Adlan sia-sia, seolah-olah dunia ini tidak berpenghuni lagi. Tapi sang
pencipta berkehendak lain, ternyata nenek-nenek itu sudah tak bernyawa lagi. Adlanpun
berteriak dengan tidak kalah kerasnya dari teriakan yang sebelumnya.
“Tidaa…k, tidaa…k” akhirnya Adlan terbangun dari mimpinya, dengan muka
yang penuh keringat dengan
nafas yang kencang.
Dilihatnya jam dinding yang menunjukan pukul dua lewat lima belas menit, Adlan termenung, berfikir tentang mimpinya lalu mengabaikannya. Dan akhirnya Adlanpun
tertidur kembali dan beranggapan bahwa mimpi itu adalah mimpi biasa.
Keesokan harinya, Adlanpun seperti biasa melaksanakan aktivitasnya.
Adlan adalah seorang siswa SMA kelas XII di salah satu
sekolah SMA swasta.
Setelah selesai mandi dan berpakaian
seragam putih abu dengan tas warna hitam di pundaknya Adlan keluar dari
kamarnya dan turun ke lantai bawah untuk sarapan pagi. Di meja makan sudah
menunggu ayah dan bundanya Adlan. Mereka sarapan bersama. Di atas meja makan
terdapat beberapa makanan, yaitu ada roti tawar, telor mata sapi, selai kacang
dan selai strowberry, nughet, serta tiga gelas susu.
Hari ini Adlan hanya sarapan dua
potong roti dengan selai kacang dan segelas susu buatan bundanya.
“Loh, kok telornya gak di makan ?”
tanya bundanya Adlan.
“kenyang ibunda” jawab Adlan dengan
suara lirih kepada bundanya. Adlan memang selalu begitu kepada bundanya,
bersikap romantis dan manja.
“Masa anak bunda sarapannya cuman dua
potong roti saja”.
“Tapi memang sudah kenyang ibunda”.
“ah dusta, paling ingin cepat-cepat
bertemu dengan pacarnya”, kata ayah Adlan bergurau.
“ih, seenaknya saja ayah ngomong”.
Kata Adlan dengan nada kecut.
“kapan-kapan tolong kenalkan dong
pada ayah, biar hubungan kalian direstui”. Kata ayah lagi yang sedang mengangkat
segelas susunya.
“huh..dasar, Adlan berangkat yah”.
Kata terakhir Adlan dengan suara yang penuh semangat sambil mencium tangan
ayahnya.
“ha..ha..ha..”. tawa ayah Adlan
dengan penuh kebahagiaan.
“Ibunda, Adlan berangkat dulu”. Suara
lirih pada bundanya sambil mencium tangannya. Bunda Adlanpun tersenyum,
menandakan bahwa keluarganya adalah keluaga yang harmonis.
“Assalamu’alaikum..” teriak Adlan di
atas motornya yang baru di starter. Adlan berangkat ke sekolah, ia mengendarai
sebuah motor honda type blade dengan warna hitam dan abu keputihan.
“Wa’alaikum salam..”. kata orang tua
Adlan.
“Ayah juga berangkat”. Kata ayah pada
bunda sambil mencium keningnya.
“Assalamu’alikum”.
“Wa’alaikum salam ayah”. Jawab bunda
sambil memberikan senyumannya.
Ayah Adlan adalah seorang staf karyawan
kantoran di salah satu perusahaan tekstil di daerah Bandung.
□□□ CHAPTER 2 □□□
Suara ribut para siswa menyambut Adlan,
Adlan memparkirkan motornya di tempat yang telah disediakan oleh pihak sekolah.
Adlan berjalan di trotoar sekolah yang di setiap kiri kanannya terdapat
beberapa pohon pinus yang rindang. Dilihatnya para siswa yang lain juga melakukan
aktifitasnya masing-masing, ada yang berlari menuju kelasnya, ada yang ngobrol
asyik sama teman-temannya, ada yang masih di kantin, pokoknya berbagai
aktifitas dilakukannya, bahkan ada yang sudah siap-siap ganti baju untuk
pelajaran olah raga di jam pertama. Adlan masih berjalan menuju kelasnya, dan disetiap
depan kelas terdapat dua tempat sampah yang berbeda, yakni untuk sampah organik
dan non organik. Di samping lapangan terdapat beberapa washtappel untuk mencuci
tangan atau mukanya para siswa.
Adlan berjalan menuju kelasnya,
dan masuk. Tiba-tiba,
“Darr...”. suara salah satu teman
Adlan mecoba mengagetkannya.
“Aduh, dasar kau ini, selalu saja
bikin orang lain kaget.” Kata Adlan kaget. Di
kelas Adlan biasa bercanda-canda dengan kelima
sahabatnya, kita sebut saja ; Raza, Vioni, Racka, Anaya,
dan Kikan. Mereka semua adalah sahabat-sahabat Adlan yang
senantiasa menemani Adlan dalam keadaan suka dan duka.
Disamping ngobrol-ngobrol, mereka juga menikmati jajanan yang ada di
kantin sekolah saat jam istirahat tiba, mereka
terbiasa jajan mie rebus dan segelas teh manis. Sambil makan merekapun
bercanda, tertawa, berbagi pengalaman, bahkan kadang-kadang suka membicarakan
guru Matematika yang konon katanya sangat killer. Sampai-sampai mereka suka lupa
waktu, jika sudah ngobrol, pastinya suka ngawur kemana saja tapi menyenangkan.
Mereka pikir kesenangan itu hanya di dapat saat zaman SMA saja, padahal tidak
juga, kebahagiaan itu tidak bisa di tebak, hanya misteri, seperti berjalan yang
terhalang kabut yang pekat, tak tahu arah. Tapi menurut
mereka bahwa kesenangan itu hanya didapat saat waktu sekolah saja.
Mereka semua belajar, guru-gurupun
bergantian masuk ke kelas Adlan, tak terasa jam pulangpun menyapa semua siswa.
“Teng…teng…teng” lonceng sekolah telah berbunyi, para siswa dan siswi
pulang kerumahnya masing-masing dan melakukan aktifitas lainnya. Begitu pula dengan Adlan yang
akan melakukan aktifitas berikutnya.
“Guys, saya duluan” kata Adlan sambil
membetulkan helmnya.
“yoi, sampai ketemu besok”. Sahut
Racka.
“Woy, kerjakan PR nya, nanti saya
nyontek” teriak Raza.
“Ha..ha..ha..” tawa Vioni dan Anaya.
Adlan pulang, Detik demi detik telah
terlewati. Menit demi menit sampai jam demi jampun telah dilalui dengan
berbagai aktifitas. Waktu terus berputar, tidak terasa jam tidurpun menyambut
kembali untuk Adlan.
Adlanpun tertidur dengan lelapnya, sehingga dia bermimpi melihat gedung
tua lagi. Tapi kali ini Adlan bertemu dengan seorang kakek-kakek yang memakai
busana serba putih, termasuk kumis, jenggot, dan jambangnya juga berwarna putih. Tapi anehnya kakek-kakek itu tidak memakai alas kaki dan bahkan yang bikin kaget lagi adalah
bahwa
kakek-kakek itu ternyata kakinya tidak berpijak di atas bumi dan tampak bercahaya.
Kakek-kakek itu mendekat kearah Adlan,
serentak Adlan kaget, Adlan tak bisa berlari, seolah-olah kaki Adlan lumpuh,
tubuhnya gemetaran, ia hanya bisa menatap dan sesekali menelan air liurnya.
“Nak, jangan pernah masuk ke gedung ini” kata
kakek-kekek itu menasehatinya dengan mata melotot tanpa berkedip sekalipun,
serta suaranya menggeram bagaikan petir yang menyambar ke bumi.
“Emang kenapa kek? Apa yang sebenarnya terjadi di dalam gedung tua ini?”
kata Adlan dengan suara yang terpatah-patah dengan penuh rasa penasaran,
serta diiringi dengan perasaan takut yang bercampur dengan
rasa ingin tahu.
“Karena, tempat ini …tempat ini adalah…” kata kakek
itu berikutnya, namun,
“Nit…nit…nit…” suara hand phone Adlan berbunyi dengan kerasnya, sehingga Adlan terbangun
dari mimpinya, Adlan membuka mata dan duduk di atas
kasurnya, ia memikirkan mimipinya tadi, lalu Adlan mengambil hand
phonenya
dan di bukanya sebuah sms baru yang berisi,
“Dlan, kmoe uddah belomm PR Mtk ?
Blz”. kata Raza lewat
smsnya. Adlan terdiam dan termenung, Adlan
mengabaikan dan tidak membalas sms dari temannya, bahkan Adlan tidak sedikitpun untuk
memikirkan PR matematika, melainkan Adlan malah memikirkan mimpinya
tadi. Adlan mengambil segelas air minum di atas meja
belajarnya.
“Glek...glek..” suara Adlan yang
sedang minum segelas air putihnya sampai habis. Dilihatnya waktu yang menunjukan
pukul 23.45 WIB. Akhirnya Adlanpun kembali
berbaring di atas ranjangnya, dan membetulkan posisi bantal dan selimutnya.
“Huaa..aghh” Adlanpun menguap kembali, ia
berbaring mencoba memejamkan matanya dan beberapa detik kemudian Adlanpun tertidur kembali. Adlan
bermimpi kembali melihat gedung tua itu, namun kali ini berbeda, Adlan berusaha
masuk ke gedung tua itu.
“Tak…tak…tak…” suara langkah Adlan yang perlahan-lahan menuju
ke arah gedung tua itu. Di dalam hatinya, Adlan penuh dengan rasa penasaran dan
ingin tahu, serta diiringi dengan perasaan takut dengan tubuh yang gemeteran.
“Kreeekkk……….kreeekkk……” suara terbukannya pintu gedung. Adlan
mulai masuk dengan kepala tak henti-hentinya melihat kearah kanan dan kiri. Lampu-lampu menerangi di setiap langkah Adlan. Keadaan gedung ini
sungguh bersih tak ada sampah sedikitpun, berbeda sekali ketika dilihat di
luar, sungguh bagaikan tempat sampah. Di dalam gedung ini, selain dengan
lantainya yang bersih serta dihiasi dengan puluhan pintu untuk masuk
kelorong-lorong, Juga dihiasi dengan lif dan tangga yang berbentuk
setengah lingkaran untuk mencapai lantai berikutnya.
Pertanyaan Adlan sudah terjawab sekaligus dengan rasa penasarannya. Adlan
bermaksud untuk keluar dari gedung ini, tapi ketika mau melangkahkan kakinya untuk ke luar tiba-tiba…
“A……a……” terdengar jeritan perempuan dengan keras, diiringi tangisan yang membuat Adlan terasa takut.
Rasa penasaran Adlanpun muncul kembali, yang tadinya mau keluar dari
gedung ini akhirnya Adlan bertekad mau mencari sumber suara itu. Adlan berjalan
perlahan-lahan dengan penuh hati-hati. Suara tangisan
perempuan itu masih terdengar samar-samar. Adlan mencoba naik ke atas tangga, tapi
baru ditengah-tengah tangga, Adlan melihat darah segar yang berceceran dilantai. Suara tangisan itu hampir jelas terdengar. Adlan
melanjutkan langkahnya dan sampailah di lantai dua
Ketika sampai di lantai dua, Adlan terkejut ketika melihat darah yang
berceceran dimana-mana serta dibingungkan dengan banyaknya lorong-lorong yang
gelap. Tiba-tiba terdengar lagi jeritan perempuan itu. Adlan mencoba mengikuti
jeritan itu. Adlanpun masuk kearah lorong yang paling kanan, di
lantainya terlihat jelas warna darah segar yang sepertinya
baru saja tumpah.
Adlan berjalan perlahan-lahan di lorong tersebut, di setiap lorong terdapat tiga jalan yang bercabang, semakin ke dalam semakin gelap. Jarak pandangan
hampir kabur, Adlan lebih berhati-hati di setiap mengangkat kakinya untuk
melangkah.
Di setiap lorong itu terdapat ruangan yang tak berpintu, Adlan pun terus
berjalan menuju sumber tangisan perempuan itu, yang sesekali
terdengar jelas jeritannya. Dilihatnya beberapa ruangan yang tak berpintu, isinya kosong, hanya keramik putih yang berdebulah yang terlihat. Tapi
ada satu ruangan yang berpintu, ruangan tersebut terdapat cahaya
lampu, dengan
pintu yang sedikit terbuka, menjadikan cahaya
lampu tersebut mampu menerangi segaris lantai di luar ruangan. Adlan mencoba untuk
melihat di celah pintu itu, dengan
perasaan kaget, tubuh Adlan pun bergetar ketika melihat banyak
perempuan yang kepalanya di penggal hingga mati oleh orang yang memakai jubah
hitam. Lantainya penuh dengan darah, bahkan di tembok
ruangan itu juga terdapat percikan-percikan darah, di
sebelah pinggirnya terdapat beberapa perempuan lagi yang sedang menangis
merengek-rengek minta ampun.
“Ampun… Ampun… jangan bunuh kami...”. kata beberapa perempuan
itu sambil meneteskan air matanya. Sesekali salah satu
dari perempuan-perempuan itu berteriak histeris. Tiba-tiba orang yang memakai
jubah hitam itu diam, tidak bergerak sama sekali. Ternyata kehadiran Adlan
sudah di ketahui oleh orang yang memakai jubah hitam itu. Tiba-tiba orang yang
memakai jubah hitam itu melihat Adlan dengan penuh darah di mukanya, serentak Adlanpun langsung lari. Orang yang memakai jubah hitampun
menyusul Adlan sambil memawa sabit di tangan kanannya. Adlan terus berlari, di pikirannya,
Adlan berusaha mengingat jalan yang telah di tempuhnya, ia mencoba mencari jalan keluar ke setiap lorong-lorong, namun tetap sia-sia, yang ada hanya lelah, tubuhnya di banjiri dengan keringat
ketakutan. Adlan berhenti dari larinya, dengan nafas yang kencang ditambah
pikiran yang panik, Adlan menyandarkan punggungnya ke tembok. Adlan mencoba
mengingat kembali lorong-lorong yang barusan dilauinya, hanya saja tetap
sia-sia, akhirnya Adlan berlari kembali meskipun tidak tahu jalan menuju
lantai bawah, beberapa lama kemudian Adlan terpeleset dan terjatuh. Dilihatnya lantai yang penuh dengan darah menjadikan licin
di setiap lantainya. Baju yang dikenakan Adlanpun penuh dengan darah. Adlan
bangkit kembali dan berdiri, dilihatnya ada sebuah ruangan di samping kiri
tepat Adlan terjatuh, Adlan masuk ke ruangan itu, mencoba
menenangkan nafasnya. Ruangan itu sangat gelap, tapi bau amis darah melekat
masuk di setiap hela nafasnya Adlan. Dipikirannya ruangan ini penuh dengan darah, meskipun tak terlihat, tapi Adlan masih bisa merasakan licinnya lantai
dan baunya yang menyengat. Adlan hanya diam membisu seribu
bahasa, tak bisa berbuat yang lain lagi, hanya berdo’alah yang bisa dilsayakannya
pada saat itu.
Beberapa menit kemudian, Adlan keluar dari tempat
persembunyiannya, mencoba berjalan perlahan-lahanpun
tak mampu menenangkan kakinya yang gemetaran, Adlan merasa sangat
takut,
akhirnya Adlan memilih menghentikan langkah kakinya
dan berjongkok
sambil menyandar ketembok. Kedua tangannya berada di atas
setiap lututnya. Meski lorong terlihat samar, bukan berarti harus tetap mencari
jalan keluar. Adlan merasa lebih baik diam dari pada berlari-lari mencari
tangga menuju lantai bawah. Tiba-tiba Adlan merasakan setitik hangat di tangan
kirinya. Serentak Adlanpun merasa kaget. Di sentuhnya setitik hangat tersebut
dengan jari telunjuk kanannya, dan ketika Adlan melihat telunjuk kanannya
ternyata
terlihat tetesan darah yang terjatuh di langit-langit, Tapi
alangkah kagetnya ketika Adlan melihat ke langit-langit, tiba-tiba orang yang
memakai jubah hitam itu sudah siap untuk membunuh Adlan dengan sabit. Adlan
berteriak dengan kerasnya .
“Aaa...”Teriakan Adlan membelah keheningan malam dan terbangun dari mimpinya.
Lalu Adlan bangun dari tempat tidurnya, sejenak Adlan
terdiam, lalu Adlan berdiri dan melangkahkan kakinya menuju kursi dimana ia
selalu duduk untuk belajar. Adlan melipatkan kedua tangan di atas meja
belajarnya dan menjadikannya alas untuk kepalanya. Adlan melamunkan mimpinya,
dan
Adlan
merasa takut dan kebingungan.
“Apa yang sebenarnya terjadi di gedung itu? Apakah ini mimpi biasa atau tidak?”
Kata hati Adlan sambil mengerutkan keningnya. Waktu terus bergulir, Adlan sama sekali tidak bergerak, hingga beberapa
lama kemudian,
“TRILING…..TRILING “ suara alarmpun berbunyi, waktu telah
menunjukan 04.30
WIB. Adlan mencoba beranjak, alarm tersebut menyuruh dan
memberi tahu bahwa sudah waktunya untuk bangun dan beraktifitas kembali. Adlan mengambil air wudhu dan menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lupa
ia berdo’a untuk senantiasa di beri keselamatan, baik di dunia maupun di
akhirat.
□□□ CHAPTER 3 □□□
Suara lonceng sekolah berbunyi, semua
siswa masuk ke kelasnya masing-masing, sementara Adlan masih di luar.
Sahabat-sahabat Adlan sudah dari tadi di kelas, mereka sedang sibuk menyontek
PR matematika. Adlanpun masuk kelas, sahabatnya mencoba menyapa Adlan tapi tak
ada respon sedikitpun. Adlan menghampiri bangkunya dan duduk.
Pandangannya kosong, Adlan tidak seperti biasanya melamun, tiba-tiba guru jam pertamapun masuk ke kelas Adlan. Para
siswa tegang, sudah menjadi rahasia umum kalau yang namanya guru matematika
memiliki sifat yang berbeda dengan guru mata pelajaran lain, dialah yang biasanya
paling di takuti sama para siswa.
“tak..tak..“
suara sepatu ibu guru, para siswa menarik nafas, kecuali Adlan yang dari tadi
hanya melamun.
“Selamat pagi Anak-anak”
“Pagi bu” Ibu guru menuju mejanya dan duduk.
“Silahkan berdo’a dulu”. Semua siswa
berdo’a di pimpin oleh ketua muridnya. Lalu mereka menyanyikan salah satu lagu
wajib nasional yang berjudul “syukur”, setelah itu para siswapun kembali diam.
“Oh ya, kumpulkan PR
matematikanya !” kata Ibu guru sambil membuka tasnya. Ibu guru itu mengeluarkan buku absensi kelas dan buku daftar nilai.
Sementara para siswa berbondong-bondong maju ke depan kelas untuk mengumpulkan
pekerjaan rumahnya, sementara Adlan tidak mengumpulkan
pekerjaan rumahnya, Adlan di Tanya oleh sahabat-sahabatnya, namun Adlan tetap saja tidak
menjawabnya, sehingga Ibu guru menegurnya.
“Adlan……”Kata Ibu guru dengan suara galaknya, tapi Adlan tetap saja diam,
padahal sahabatnya juga sudah menepuk pahanya Adlan.
“Adlan…, Adlan…Dipanggil Ibu tuh” Kata Raza.
“Adlan” kata Ibu guru lagi, semua murid terdiam, lalu Ibu guru
menghampiri bangku Adlan dengan mata yang tajam.
“DUGG“ Suara bangku Adlan yang dipukul oleh Ibu guru.
“Adlan , Adlan” suara Ibu guru dengan nada yang lebih keras lagi, Adlan
pun tersadar dari lamunannya.
“Ada apa Bu“ Kata Adlan dengan rasa kaget. Teman-teman sekelasnyapun
menertawakannya.
“Eh, ada apa Bu” Suara Adlan dengan lembut dan malu.
“DIAM SEMUANYA“ Kata Ibu guru
dengan keras lagi, sehingga semua murid diam kembali.
“Adlan, Mana PR mu ?”
Tanya Ibu guru .
“…E…Belum bu…” Jawab Adlan dengan polos.
“Coba kerjakan nomor satu di depan” perintah Ibu guru kepada Adlan.
Adlanpun segera maju ke depan dan mengambil kapur, sementara
ibu guru itu kembali ke meja gurunya dan mencoba memeriksa hasil pekerjaan
rumahnya para siswa. Sementara Adlan ketika mau menulis sesuatu di papan
tulisnya Adlan
hanya terdiam saja seperti mayat hidup,
pikiran Adlan
selalu di bayangi oleh mimpinya semalam ketika mau di bunuh.
Ibu guru kembali kesal melihat Adlan yang sedang melamun kembali, akhirnya ibu
guru menghampiri Adlan yang sedang berdiri di depan kelas. Ibu guru itu
akhirnya menepuk bahu Adlan dengan sebuah buku.
“Bugk...” suara buku yang membentur
bahunya Adlan. Akan tetapi tiba-tiba Adlan berteriak dengan kencangnya.
“Jangan…jangan…” teriakan Adlan di depan kelas. Teman-temannyapun
menertawakannya lagi.
“Diam…” bentak ibu
guru kepada semua siswanya.
“Adlan, apa-apaan kamu, teriak-teriak segala kaya orang gila, sekarang
keluar dari pelajaran Ibu, sudah tidak mengerjakan PR, bikin ulah di depan
kelas, cepetan keluar, cepetaa…n” kata Ibu guru pada Adlan dengan penuh rasa
kesal. Para siswapun kaget mendengar perkataan ibu guru. Tapi…,
“Bruugh” Adlan terjatuh dan
pingsan, semua yang ada di kelas panik, termasuk Bu guru. Lalu Ibu guru
menyuruh temannya agar di bawa keruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS).
Di ruang UKS Adlan berbaring di tempat yang memang di
sediakan oleh pihak sekolah bagi siswa yang sakit. Di
tempat itu terdapat empat set tempat tidur, satu meja dan enam kursi. Di
sekeliling temboknya terdapat poster-poster yang bertema tentang kesehatan. Di
pojok kanan ruang UKS terdapat kotak onat dan sebuah dispenser lengkap dengan
galonnya. Razapun duduk di salah satu kursi tersebut hanya untuk menemani
sahabatnya yang sedang terkujur lemas. Namun Beberapa menit kemudian Adlanpun siuman. Raza segera menghampiri Adlan, Adlan menanyakan apa yang terjadi pada Raza,
Raza hanya tersenyum sambil memberikan segelas air hangat untuk Adlan.
“Minumlah, tadi kamu pingsan di depan
kelas, nih minum, mungpung masih hangat, lagian kenapa sih dari tadi melamun
terus, hari ini kamu aneh tau gak, biasanya kalau ada sesuatu suka bilang,
sebenarnya kamu itu kenapa sih ?”. Tanya Raza sambil memberikan segelas air
minum untuk Adlan. Adlan hanya diam sedangkan dalam hatinya ia
memikirkan mengenai mimpinya semalam.
“Woy, nih minum dulu” tanya Raza
lagi. Adlan hanya memandang Raza yang tulus memberikan segelas minuman
untuknya. Adlanpun mengambilnya, ditatapnya segelas minuman itu dengan pikiran
yang terus di hantui dengan mimpinya semalam, akhirnya Adlan mencoba untuk
meminum segelas minuman yang di berikan Raza.
“Thanks yah Za,” ujar Adlan sambil
tersenyum.
“Sebenarnya kamu kenapa sih ?” tanya
Raza lagi sambil mengerutkan keningnya. Adlan mencoba bangun dari tempat
tidurnya, setelah itu Adlan mengajak Raza untuk kembali ke kelasnya. Razapun menuruti keinginan Adlan meskipun pertanyaannya belum sempat di jawab. Mereka
berjalan menuju kelasnya, lagi-lagi Raza bertanya,
“Ngomong dong, ada apa ?, kamu kenapa
? apa yang terjadi ? jawab dong Adlan !” . Adlan hanya fokus berjalan, tapi ketika melewati majalah dinding (mading) sekolah Adlan berhenti sejenak dan membaca salah
satu artikel yang di kirim oleh siswa yang lain, Adlan membaca sebuah rubrik ramalan bintang.
“Hari gini masih percaya sama yang
kaya gituan, kampungan tau gak”. Ledek Raza yang di dalam hatinya masih
penasaran mengenai kondisi Adlan. Setelah selasai membaca, Adlan kembali
melanjutkan perjalanannya menuju kelasnya.
“Assalamu’alaikum” semua siswa yang
ada di kelas memandangi Adlan. Adlan duduk di bangkunya. Muka Adlan terlihat
agak pucat.
“Za, Adlan kenapa ?” tanya Anaya.
“Tau ah”. Jawab Raza singkat,
seolah-olah tidak peduli dengan kondisi Adlan. Di dalam kelas, Adlan
hanya melamun dan mengabaikan semua temannya sampai tidak terasa
lonceng pulangpun berbunyi. Siswa-siswa kembali bersorak riang
menandakan akan kembali pulang.
Adlan tidak biasanya pulang duluan dari sahabatnya. Sahabatnyapun
tidak paham apa yang sebenarnya terjadi pada Adlan. Kikan, salah satu
sahabatnya tersenyum.
“Kamu kenapa ?” tanya Racka penasaran
dengan senyumannya.
“Saya tahu kenapa hari ini Adlan
bersikap aneh”.
“Hah, emang kenapa gitu ?”. kata Racka sambil menengok ke arah Kikan dan
menghampirinya. Razapun kaget mendengarnya.
“Sakit yah”. Ujar Anaya, Vionipun
maju ke arah Kikan dengan pandangan yang penuh tanya.
“Sini semuanya, saya akan kasih tahu
kenapa Adlan bersikap aneh”. Kata Kikan dengan sedikit melebarkan senyumannya. Kikanpun
membisikan jawabannya dengan pelan.
“Ohh...” kata mereka sambil
tersenyum.
“Pantesan dari tadi saya nanya kagak
di jawab melulu” kata Raza sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Dan saya punya ide untuk hal itu”
kata Kikan lagi. Vioni, raza, Racka dan Anaya serempak melihat ke arah Kikan
dan mendekat. Kikanpun kembali membisikan ke mereka dan merekapun sepakat
dengan idenya Kikan.
“ya sudah, bagaimana kita ke rumah
Anaya dulu, kita mendiskusikan untuk merencanakan eksekusinya”. Kata Kikan
lagi. Dan merekapun mengiyakannya. Akhirnya mereka pergi ke rumah Anaya.
□□□ CHAPTER 4 □□□
Ternyata Adlan tidak langsung
pulang ke rumahnya, melainkan mampir dulu ke sebuah toko
buku, Adlan memparkirkan motornya dan masuk. Mata Adlan terfana ke semua buku yang
ada di sana, Adlan mencari buku sambil sedikit
membaca.
“Selamat siang, bisa saya bantu Mas
?” sapa salah satu pelayan toko buku.
“Mmm... mau cari buku tentang
ramalan, di sebelah mana yah ?” jawab Adlan dengan ramah. Pelayan buku itu
menunjukan tempat dimana posisi buku ramalan itu berada.
“Nah disini Mas, jika ada yang perlu
di bantu lagi saya ada di sebelah sana” ujar pelayan toko buku itu sambil
menunjuka tempat stand by nya. Beberapa menit kemudian Adlan menemukan buku
yang berjudul “PRIMBON”. Primbon adalah salah satu buku yang
isinya mengenai prediksi-prediksi tentang mimpi. Tidak
lama kemudian Adlanpun membelinya.
“Ada yang lain lagi ?” tanya kasir
toko buku.
“Oh tidak, cuman yang ini saja”.
“Harganya Rp. 37500,-“ kata kasir
lagi sambil memasukan bukunya ke dalam kantong plastik. Adlan memberikan
uangnya.
“Terimakasih, lain kali datang lagi”
kata kasir penuh ramah.
“Sama-sama” Adlanpun segera keluar
dari toko buku itu dan berjalan menuju tempat dimana ia memparkirkan motornya. Adlan merasa senang
sekali setelah mendapatkan buku primbon itu, karena Adlan berfikir bahwa
buku yang berjudul “PRIMBON” ini akan memberikan jawaban dari mimpinya. Adlan menstarterkan motornya dan pulang menuju rumahnya. Adlan mengendarai
motornya dengan cepat, mereka yang melihatpun menyangka bahwa Adlan orang yang
tidak benar. Kurang lebih tiga puluh menitan akhirnya Adlan sampai di rumahnya.
“Assalamu’alaikum” keadaan rumah
sepi. Adlan masuk dan berlari ke arah tangga untuk segera masuk ke kamarnya.
Sesaat sampai di kamar, Adlanpun tidak langsung membaca
buku yang barusan di belinya, melainkan duduk dulu
dan bersantai sejenak. Adlan meregangkan tubuhnya dan
mengganti baju seragamnya dengan sebuah kaos hitam yang bertuliskan “the dream
to bring die”. Adlan keluar dan turun dari kamarnya, ia menuju dapur. Adlan
mengambil gelas dan di bukanya lemari es dua pintu dan di tuangkanlah sebuah
jus alpuket ke gelasnya. Dilihatnya di atas meja makan sebuah
toples yang berisi cemilan kacang, tanpa di pikir lagi cemilan tersebut
langsung di ambilnya. Lalu Adlan pergi ke kamar sambil membawa jus alpukat juga cemilan kacang dan menyimpannya di atas meja belajarnya.
Kemudian Adlan duduk di kasur sambil membuka tas dan mengambil buku yang baru
di belinya tadi yakni “PRIMBON”.
“Sruutt.. Ahh” di minumnya jus
alpuket tersebut dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang buku
yang di belinya tadi. Lalu buku primbon itu di baca-baca, dan
sampailah Adlan
menemukan halaman yang di cari-cari, yakni bagian tafsir
mimpi. Lalu Adlan melanjutkan membacanya sehingga Adlan menemukan bagian
mimpi melihat tragedi pembunuhan. Yang isinya
“Jika anda bermimpi melihat seseorang yang mati karena di bunuh, maka orang yang anda sayangi akan mengalami kematian dalam waktu yang dekat“.
Adlanpun diam terpaku, seolah-olah Adlan percaya pada buku itu, padahal yang menentukan
kematian itu hanya Allah Sang Maha Pencipta saja.
□□□ CHAPTER 5 □□□
Malampun tiba, Adlan terbaring di atas ranjang sambil memikirkan kebenaran tentang buku yang baru di belinya tadi. Tapi, di balik
kecemasan itu, terdapat benih-benih kebahagiaan yang ada di dalam hatinya,
mengapa demikian? karena besok Adlan berulang tahun, jadi sekarang Adlan
cepat-cepat tidur dan melupakan semua kejadian mimpinya itu. Akhirnya Adlan
tersenyum dan beberapa menit kemudian Adlanpun tidur.
Adlan tertidur dengan pulasnya, sehingga Adlan bermimpi melihat gedung
tua itu lagi . tapi yang dilihatnya sekarang hanya seorang karyawan yang sedang
membersihkan lantai dengan raut muka yang sepertinya sedang marah. Adlanpun mencoba mendekatinya, dan sesampai di dekat karyawan itu Adlan mencoba untuk menyapanya.
“Siang pak !”. Sapa Adlan, karena tidak ada jawaban dari karyawan itu, Adlan kembali berjalan dan terus masuk kedalam
gedung itu.
“Loh kok sepi sih Pak ?”. tanya Adlan kembali
sambil menengok kebelakang. Tapi, Adlan
malah kaget karena di lihatnya karyawan
yang membersihkan lantai tadi itu hilang. Bulu kuduk Adlan berdiri,
jantungnyapun mulai berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Adlan berlari ke
arah luar, sesampai di depan pintu Adlan berhenti dan melirik
lagi ke belakang, tapi karyawan yang sedang
membersihkan lantai itu tetap tidak ada, Adlan mulai takut, tapi ketika Adlan melihat
kedepan lagi tiba-tiba karyawan itu sudah ada di depan
muka Adlan dengan mata melotot.
“A….a…..a….” Adlan berteriak sambil terjatuh.
“Bapak mengagetkan saja sih pak” sentakan Adlan dengan nafas yang
kencang.
“Cepat pergi dari sini ! PERGI…, dasar goblok, gak tahu di untung“ kata karyawan itu dengan nada yang lebih keras lagi.
“Maksudnya apa sih pak?“ Tanya Adlan dengan penuh rasa keheranan.
“Cepat PERGI…” Kata karyawan itu dengan suara yang
lebih keras lagi dari sebelumnya. lalu karyawan itu mengambil ember
yang berisi air pel dan menyiram Adlan.
“Byuuurrr !“ Adlanpun bangun dengan basah kuyup, karena di siram oleh teman-temannya sambil bernyanyi.
“Happy birthday to you... Happy birthday to you ...
Happy birthday to you ...“ kata sahabat-sahabat
Adlan, yakni Racka, Raza, anaya, Vioni dan Kikan. Adlan tersenyum dengan
terpaksa, karena teringat dengan mimpi yang di alaminya tadi.
Waktu menunjukan pukul empat pagi. Mereka
ngobrol dengan asyiknya, kehadiran sahabat - sahabatnya menjadikan Adlan hampir
melupakan mimpinya tadi. Tertawa, perang bantal, menjadikan suasana pagi terasa
sangat hangat. Kokok ayam saling bersahutan, menandakan sang surya akan segera
menyinari alam raya ini. Setelah berbincang-bincang merekapun
bergegas
mandi secara bergiliran. Keadaan di kamar Adlan
sungguh seperti pesawat yang hancur,
berantakan, dan kotor.
Mereka berangkat ke sekolah dari
rumah Adlan, tak lupa Adlan dan sahabatnya sarapan bersama dan merekapun pamit
kepada orang tuanya Adlan. Mereka pergi ke sekolah bersama.
Kegiatan belajar mengajarpun telah terlewati, Raza dan teman yang lainnya mengajak Adlan untuk
berpesta sambil merayakan hari ulang tahun Adlan.
“Kebetulan hari ini adalah hari
sabtu, jadi pestanya bisa sampai larut malam“ kata Racka sambil menepuk bahu Adlan.
“Emang kita mau pesta di mana ?”
Tanya Adlan .
“Tempat sih sudah ada, hanya saja makanannya belum ada“ jawab Anaya dengan santai .
“Ya sudah, sekarang kita pulang, nanti jam empat sore kita kumpul di
rumah Adlan“ sambung Vioni memberi keterangan.
Setelah lama berdiskusi akhirnya Adlan dan teman-temannya
pulang ke rumahnya masing-masing.
□□□ CHAPTER 6 □□□
Sesampai di rumah Adlan mandi dan makan siang, setelah itu Adlan berkemas
membawa keperluan untuk bekal di sana, meskipun Adlan
sebenarnya tidak tahu rencana apa yang di buat oleh ke lima sahabatnya itu. Waktu telah menunjukan 15.30 WIB, sahabat-sahabat Adlan berdatangan satu
persatu. Akan tetapi mereka sama sekali tidak membawa tas
atau perbekalan untuk di sana. Adlanpun heran dan bertanya.
“Loh kok kalian tidak membawa
perbekalan sih ?”
“Santai saja, semuanya sudah beres”.
Kata Kikan.
“Beres ? apanya yang sudah beres ?”
tanya Adlan kebingungan. setelah semua sahabat Adlan datang akhirnya mereka berangkat pukul 16.00 WIB. Mereka naik mobil Raza, di dalam mobil semuanya bersorak, tertawa dan
bercanda, sementara Adlan kebingungan. Adlan takut kalau dirinya akan di
kerjain sama sahabatnya itu. Di perjalanan mereka
mampir ke sebuah mini market untuk membeli makanan.
Setelah selesai membeli makanan,
merekapun kembali naik mobil. di perjalanan mereka terkagum-kagum dengan pemandangan yang sangat indah.
“Emang kita mau kemana ?” Tanya Adlan.
“Tenang
saja, aman kok“ jawab Racka.
“Masih jauh gak“ tanya Adlan kembali .
“Sebentar lagi“ jawab Racka yang ke dua kalinya.
Mereka semua menikmati perjalanannya,
□□□ CHAPTER 7 □□□
Akhirnya mereka sampai di sebuah tempat yang sangat cocok untuk pesta,
yakni sebuah gedung yang megah, memiliki enam lantai dan di hiasi
dengan lampu-lampu yang beraneka macam warna, dan
waktu
telah menunjukan tepat pada pukul 20.00
WIB .
Mereka sangat senang sekali tiba di sana dan ingin segera melaksanakan acara yang sudah di rencanakannya.
Di tempat itu terdapat banyak orang yang berlalu lalang, di depan gedung
terdapat sebuah gerobak yang sedang jualan nasi goreng, di sampingnya terdapat
gerobak yang sedang menjajarkan jajanannya, ada kue kukis, martabak dan
lain-lain.
tapi Adlan malah kebingungan, perasaannya tempat ini sudah tidak asing lagi
bagi Adlan, tapi faktanya Adlan
belum pernah ke tempat ini.
Adlan meresa enggan untuk masuk ke dalam gedung yang indah ini, Tapi sahabatnya Adlan memaksa masuk bahkan mereka pada menarik tangannya.
karena di paksa oleh sahabatnya, akhirnya Adlanpun masuk ke gedung itu.
Kecemasan Adlan hilang setelah masuk kedalam, ternyata di dalamnya
sungguh luar biasa megahnya. Dilihatnya orang-orang yang sedang melakukan aktifitasnya masing-masing, lif dan tangga
yang banyak dan strategis dalam posisinya, sejuk, nyaman, serasa gedung ini
baru di bangun dan terdapat lorong-lorang
yang di hiasi dengan lampu lampu yang menyinarinya. Pas di depan pintu masuk terdapa meja
resepsionis. Kamioun sempat di tanya oleh dua orang satpam.
Lalu Raza mengajak Adlan dan yang lainya menuju lif untuk ke lantai empat,
karena di lantai empatlah kejutan buat Adlan akan di
terjadi. Semua peralatan pestapun sudah di siapkan sebelumnya oleh Racka dan yang lainnya. Tiba-tiba lif terbuka. Mereka keluar,
pastinya mereka sampai di lantai empat. Mereka saling
berpandangan satu sama lain dan tiba-tiba mereka berteriak dengan kerasnya, pertanda bahwa mereka sangat bahagia. Mereka berteriak sekeras mungkin. di
lantai empatpun terdapat lorong-lorong yang di terangi dengan
lampu-lampu yang indah. tiba-tiba ada satpam
menghampiri kita, dia yang melarang kita untuk bersuara keras. Salah satu dari kami ada yang aik ke lantai lima, karena ada sebagian
perlengkapan di simpan di sana.
Akhirnya pestapun di mulai dengan senangnya, acara makan-makan dan
minum-minum pun mengalahkan semua masalah-masalah yang
menghantuinya. Mereka berkaroke riang, bermain kartu, menari tak
karuan, tertawa, berfoto dan semuanya itu menjadikannya suasana malam ini
menjadi lebih indah.
Tidak terasa waktu telah menunjukan pukul 01.00 WIB. makananpun habis,
tapi mereka masih saja menikmati alunan musik
yang menenangkan pikiran. Tapi mereka di kagetkan oleh seorang karyawan
yang sedang membersihkan lantai. .
“Dimana Saya pernah melihat tempat ini ? Dan
dimana
Saya pernah melihat orang itu ?” kata Adlan di dalam hatinya.
Musikpun di matikan oleh Raza, lalu Raza marah-marah sama karyawan
tersebut.
“Hei, kamu itu gak sopan sekali ya ? masih ada tamu mau bersih-bersih
lagi, kamu mau ngusir kita semua ?”.
Lalu karyawan itu menjawab dengan suara lirih sambil meneteskan air matanya.
“Maaf, padahal Saya sudah berpesan pada dia” (sambil menunjuk kearah Adlan).
“Adlan emangnya ada pesan apa?” Tanya Vioni. Adlan berfikir sejenak,
dan…
“Oh ya, sekarang Saya baru ingat“ kata Adlan.
“Emang sebenarnya ada apa sih Dlan” kata Racka.
“Begini ya, tempat ini adalah tempat yang saya temui di dalam mimpi Ku“
kata Adlan.
“Lalu pesannya apa ?” Tanya Vioni.
“Saya dilarang masuk ke tempat ini“ jawab Adlan.
“Itu kan hanya mimpi doang“ sambut Vioni.
“Tapi mimpi itu berulang-ulang“ kata Adlan berikutnya.
“Tapi kok kamu gak pernah cerita sih sama Kita-kita“. Kata Anaya.
“Itu karena Saya masih menganggap bahwa mimpi itu adalah bunga tidur,
jadi Saya tidak mempedulikan hal itu dan sekarang kita pergi dari tempat ini,
Please !“
“Dengar ya Adlan, Kita semua sudah capek-capek menyiapkan ruangan ini,
kamar tidur, bahkan sound system pun Kita nyewa kok,
jadi intinya Kamu jangan mengecewakan Kita, karena kita sudah membayar
semuanya“. Kata Anaya.
“Oke, Kalian kan ceritanya mau bikin Saya bahagia, satu permintaan saja, saya mau pulang, bereskan ?
kerugian kalian akan saya ganti, ngerti ?jadi, SAYA MAU PULANG”
suara Adlan yang keras dan marah.
“Baik, kalau itu bisa bikin Adlan
bahagia“ kata Raza yang menyerah.
“tunggu apalagi“ kata Adlan yang kesal.
“baik, tapi Saya ngambil tas dulu di lantai 5“, kata Vioni sambil berlari
menuju tangga.
“Sekalian tolong ya punya Saya“
kata Kikan .
“Loh, kok karyawan itu tidak ada, cepat sekali ya perginya ! Oh ya, Saya
mau ke kamar mandi dulu sebentar“.kata Kikan.
Kikan berjalan sambil melihat bagian lorong-lorong yang penuh cahaya,
tapi tiba-tiba,
“A…a…a…” jeritan Kikan menggemakan isi gedung, lalu Kikan berlari ke arah
Adlan.
“Ada apa Kikan, Apa yang terjadi“ pertanyaan sahabatnya kebingungan. Adlan ketakutan, Anaya nangis, Raza
dan Racka panik dan penasaran.
“Petugas kebersian itu …Petugas
kebersihan itu, mati“. jawab Kikan sambil
menangis.
“Kikan, apa-apaan ini, Kamu jangan bikin Kita takut“ kata Raza dengan suara agak keras.
“Benar, tubuhnyapun di hinggapi dengan belatung“. kata Kikan sambil
meneteskan air matanya.
Di keheningan malam yang menegangkan ini, tiba-tiba terdengar jeritan Vioni
di lantai 5, lalu mereka semua panik, Adlan menyuruh Racka dan Anaya untuk ke
lantai 5, Anaya terpaksa menemani Racka. Racka dan Anaya berlari hanya untuk
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya.
Adlan bercerita tentang mimpinya pada Raza dan Kikan.
“Bahwa Saya melihat orang-orang di
gedung ini, mereka semua di bunuh oleh seseorang yang memakai jubah berwarna hitam, dan saya juga melihat
orang-orang yang melarang saya untuk masuk ketempat ini “ tutur Adlan
.
“Kenapa Kamu baru cerita sekarang“ kata Raza yang kesal.
“Saya tidak tahu kalau kejutan ulang tahun Ku akan pergi ke tempat ini“ jawab Adlan.
Akhirnya Adlan dan Raza beradu mulut. Tiba-tiba saja Kikan pingsan. Adlan
dan Raza berhenti dari pertengkarannya.
Mereka berdua kebingungan. di tambah lagi dengan Racka, Anaya, dan Vioni
yang tak kunjung kembali.
□□□ CHAPTER 8 □□□
Anaya dan Racka kaget
melihat Vioni yang sudah tergeletak di
lantai. Anaya mendekat dan membangunkannya.
“Vioni…Vioni….bangun“ kata Anaya dengan perasaan heran dan ketakutan.
Tapi beberapa saatpun Vioni siuman kembali.
Lalu mereka bertiga bergegas pergi dari tempat itu. tapi baru
beberapa langkah, tiba-tiba mereka
bertiga di kagetkan dengan suara ketukan pintu.
“Tok…Tok…Tok…”
Mereka bertiga semakin ketakutan. Mereka berhenti sejenak untuk
mengetahui sumber suara itu.
“Tok…Tok…Tok…”
Suara itu terdengar lagi. Racka berfirasat bahwa suara itu bersumber dari dalam lemari.
Lalu Racka menuju ke arah lemari itu dan bertekad akan membukanya, tapi Vioni
melarangnya. tapi Racka tetap saja keras kepala, mata Anaya dan Vioni tidak berkedip karena rasa ingin tahu di
balik lemari itu. Tapi ketika Racka membuka lemari itu, ternyata terdapat kepala manusia dengan darah dimana-mana. Kelopak matanya keluar serta mulutnya menganga dan
bersuara menggeram.
“A…A…A….” Teriakan Vioni ,Anaya dan Racka. mereka langsung berlari dari ruangan itu.
Tiba-tiba saja ketika mereka bertiga keluar dari tempat itu mereka juga di
kagetkan dengan mati lampu dan tangga untuk jalan menuju lantai empat
tidak ada, lif tidak bisa di pakai. Mereka berlari
mencari jalan keluar menuju lantan empat dengan setitik cahaya dari sebuah
handphone, dan merekapun akhirnya tersesat di lorong-lorong yang gelap.
Teriakan Vioni ,Anaya dan Racka tadi terdengar oleh Adlan Dan Raza. Lalu Adlan
menyuruh Raza untuk menyusul Mereka.
Tapi di lantai empatpun tiba-tiba saja lampu
mati, lagi pula tangga menuju lantai lima
hilang begitu saja. Lalu Raza pergi menuju
tangga yang lain. Sesampai di
lantai lima dan di temani cahaya handphone Raza merasa heran
ketika melihat di sekelilingnya berbeda dari yang sebelumnya pergi ke
tempat ini. Razapun kaget melihat di semua lantainya penuh dengan darah segar.
Lalu Raza berteriak memanggil-manggil
sahabatnya.
“Anaya, Vioni, Racka …, kalian dimana..” Teriakan Raza sambil berlari-lari. Tapi tiba-tiba saja Raza
terjatuh karena ada yang mendorongnya
dari belakang. Lalu Raza mencoba menengok ke belakang ternyata di lihatnya
setan perempuan dengan muka penuh darah dan meleleh layaknya sebuah lilin.
“A…A…A…” Teriakan Raza sambil kembali bangun dari jatuhnya
dan berlari. Raza menghentikan pencarian sahabatnya, Raza berlari menuju tangga
ke lantai empat.
Di tengah-tengah gelapnya lorong Raza terus berlari sambil memikirkan
jalan mana menuju lantai empat. Ketika
berlari tiba-tiba saja Raza terjatuh lagi, karena Raza merasakan seperti ada
yang memegang kakinya. Tapi ketika Raza menoleh kebelakang dengan hati-hati,
ternyata tidak ada apa-apa. Leganya nafas Raza
saat itu,
tapi ketika Raza mengembalikan pandangannya ke arah depan, tiba-tiba Setan
muka darah itu sudah ada di hadapannya.
“A…A…A..” jeritan Raza ketakutan. Raza pun langsung bangun kembali dan
berlari sambil berteriak minta tolong. Tapi setan itu mengejar Raza sambil
merangkak. Raza terus berlari tanpa menghiraukan rasa capek.
Beberapa lama kemudian setan itupun tidak kelihatan lagi. Lalu Raza
berhenti dari larinya dan bersandar ke
tembok. Raza berjongkok sambil menenangkan nafasnya. Tiba-tiba Raza di kagetkan
dengan cairan yang menetes ke dahinya. Lalu Raza mencoba membersihkan dahinya dengan tangannya, tapi Raza
kaget ketika melihat cairan yang ada di tangannya itu ternyata darah. Tiba-tiba Raza langsung melihat keatas
dan ternyata di lihatnya setan muka darah itu sudah ada di atasnya dengan tangan terlentang mengarah ke arah Raza serta kukunya yang tajam
dan menusuk muka dan tubuh Raza.
“Tidaaaak” teriakan terakhir Raza, Razapun mati dengan muka penuh dengan darah dan usus terburai keluar.
□□□ CHAPTER 9 □□□
Vioni, Anaya, dan Racka kebingungan Ketika mencari jalan menuju lantai empat.
Racka berlari pada urutan pertama, Anaya berlari pada urutan ke dua, sedangkan Vioni
berlari pada urutan terakhir. Ketika
berlangsungnya mereka berlari, Vioni melihat Raza sedang memukul-mukul tembok, Anaya
dan Racka terus berlari, menurut Anaya dan Racka, Vioni berada di belakangnya,
padahal Vioni tidak mengikuti Anaya dan Racka, melainkan mendekati Raza,
“Raza kamu ngapain disini ?” Tanya Vioni dengan dengan nafas yang
kencang. Tapi Raza tetap saja diam dan terus memukul-mukul tembok. Kemudian Vioni
mendekat lagi dan menepuk pundak Raza. Tapi ketika Raza membalikan badannya,
dilihatnya muka Raza yang penuh dengan darah dan ususnya
yang
terburai keluar.
“A…A…A…” jeritan Vioni yang kaget dan ketakutan. Lalu Vioni berlari
menyusul Racka dan Anaya sambil berteriak minta tolong. Kemudian Vioni melihat
tangga menuju lantai enam dan mencoba untuk naik, tapi baru menaiki
Sembilan anak tangga tiba-tiba muncul setan berjubah hitam yang sedang berdiri
menghadap ke arah Vioni, perasaan Vioni kaget sekali dan tiba-tiba saja
kepalanya terlepas dari badannya dan menggelinding ke arah Vioni yang sedang
berlari ketakutan.
Vioni terus berlari sambil minta tolong, hanya saja, ketika Vioni belok
ke arah kanan, tiba-tiba muncul setan nenek-nenek yang mukanya penuh dengan
nanah dan belatung.
“A…A…A…” teriakan Vioni ketakutan, lalu Vioni berlari lagi ke arah yang
berlawanan, tiba-tiba saja Vioni kepergok sama setan kepala buntung itu, Vioni
terjatuh terus berdiri lalu berlari lagi, tapi setan kepala buntung itu terus
mengejar Vioni sampai menggigit
lehernya.
“A..w. jangan..tolong… tolong… A…A…A…” jeritan terakhir Vioni di masa
hidupnya.
Anaya dan Racka menyadari bahwa Vioni tidak bersamanya. Lalu mereka
berdua balik lagi mencari Vioni, tapi ditengah-tengah pelarian kaki Racka ada
yang memegangnya sehingga Racka terjatuh.
“ADUH, Anaya tolong Saya”kata Racka ketakutan. Tapi Anaya malah mundur
dan ketakutan. Anaya menangis dan berteriak minta tolong, tapi setan wanita
bermuka darah itu menarik Racka lau menggusurnya. Anaya mencoba
meraih tangannya Racka tapi tak terkejar. Dilihatnya dari kejauhan bahwa Racka
tubuhnya dimakan oleh setan itu. Tiba-tiba muncul puluhan setan bermuka darah yang ingin memakan Racka sambil berebutan.
Anayapun lari dari tempat itu tanpa menghiraukan Racka. Anaya berlari
dengan kencangnya sambil mengalirkan air
mata. Lalu Anaya terjatuh karena kakinya tersangkut. Tapi alangkah derasnya air
mata Anaya ketika melihat yang disangkut oleh kakinya itu ternyata mayat Vioni
yang mati mengenaskan.
Anaya memeluk Vioni sambil meneteskan air matanya dalam waktu yang
singkat.
Anaya kembali berlari dengan air mata yang tidak henti-hentinya mengalir.
Setelah Anaya melihat Vioni yang mati mengenaskan kemudian Anaya juga melihat Raza
yang tergeletak tak bernyawa dengan darah di mukanya dan usus terburai keluar.
Tangisan Anaya mengiringi di setiap langkahnya. Anaya terus berlari
kesana kesini mencari tangga ke bawah.
□□□ CHAPTER 10 □□□
Beberapa lama kemudian akhirnya Kikan terbangun dari pingsannya. Adlan
merasa cemas karena ke empat sahabatnya belum juga tiba. Adlan dan Kikan pergi
untuk mencarinya. Karena suasana yang gelap gulita, Adlan menggunakan senter handphone untuk mencari sahabatnya. Adlan dan Kikan pergi kesana kemari mencari
tangga ke lantai 5. setelah beberapa menit akhirnya mereka berdua menemukan
tangga juga.
Sementara itu, beberapa lama kemudian,
akhirnya Anaya menemukan tangga untuk jalan ke lantai 4.
Adlan dan Kikan ragu-ragu melangkah ke anak tangga. Tapi baru saja naik
anak tangga yang ke dua, tiba-tiba terdengar suara Anaya yang minta tolong.
“Adlan…Tolong …”
“Anaya…Anaya…” teriakan Adlan dan Kikan yang keheranan.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari atas tangga.
“Adlan, Kikan”. Kata Anaya dengan perasaan senang sambil meneteskan air
matanya.
Lalu Adlan dan Kikan menghampiri Anaya naik ke tangga dan turun bersama.
Ketika di tengah-tengah tangga, Tiba-tiba muncul sebuah tangan berdarah dengan
kuku yang tajam dan langsung mencakar kaki Kikan sampai berdarah.
Akhirnya Kikan jatuh terguling-guling di tangga.
“KIKAN…” teriakan Adlan dan Anaya.
Lalu Adlan dan Anaya berlari
mendekati Kikan.
“Kikan kamu tidak apa-apa?”
“Gak apa-apa kok, Cuma luka sedikit”.
“Tapi kakimu berdarah”.
“Tenang aja lagi, Saya gak apa-apa kok, yang harus di Tanya itu Anaya
bukan Saya” kata Kikan sambil mengusap betisnya yang berdarah.
Setelah itu, tiba-tiba saja Anaya
menangis,
“Ditempat ini banyak sekali setannya” kata Anaya. Kikanpun kaget.
“Lantas mana yang lainnya” kata Adlan keheranan.
“Mereka…,Mereka…,” suara Anaya yang hampir tidak kedengaran.
“Mereka APA?” suara Adlan mengeras dan penasaran.
“Mereka…Raza,Racka, dan Vioni telah mati” jawab Anaya sambil
menangis.
Kikan ikut-ikutan menangis sedangkan Adlan diam tak berdaya. Tiba-tiba
lampu nyala kembali. Mereka senang. Lalu terdengar suara
petir di luar pertanda akan turun hujan.
Tiba-tiba lampu pun mati kembali. Mereka bertiga ketakutan dan mulai
menuju tangga ke lantai 3 dengan menggunakan senter sebagai alat penerangan.
Lalu lampu pun nyala kembali. Adlan dan Anaya memapah Kikan yang kesakitan.
Mereka berfikir turun menggunakan lif akan lebih cepat dibandingkan lewat tangga. Lif pun terbuka dengan normal , tapi baru
lantai dua tiba-tiba lif mati. Mereka bertiga panik dan saling
menyalahkan. Adlan kembali menyalakan senternya, tapi baterainya habis. Keadaan
di lif gelap, Anaya dan Kikan menangis. Beberapa menit kemudian
lif pun jalan lagi dan lampu kembali menerangi mereka bertiga, tapi alangkah
kagetnya mereka ketika di dalam lif itu ada seseorang yang memakai jubah hitam.
Mereka bertiga menjerit ketakutan. Teriakan
mereka di ulang kembali bahkan lebih keras setelah orang yang memakai jubah hitam itu
menampakan mukanya yang penuh darah dan belatung.
Lalu orang yang memakai jubah hitam itu mencekik Adlan dan Anaya sampai
berdarah, tapi beberapa detik kemudian lif terbuka di lantai dasar. Orang yang
memakai jubah hitampun menghilang.
Adlan dan Anaya batuk-batuk. Lalu mereka berlari menuju pintu utama.
Tapi, lampu padam kembali. Mereka diam sejenak, dan lampu pun nyala kembali.
Mereka berlari lagi tapi lampu pun padam kembali.
Mereka berhenti lagi dengan perasaan takut. Beberapa detik
kemudian lampu pun nyala kembali. Namun ketika lampu itu nyala kembali, di
lihatnya di sekeliling ruangan itu penuh dengan puluhan mayat yang berserakan dengan darah
berceceran. Termasuk mayat Raza, Racka dan Vioni pun ada di sekelilinginya.
“A…A…A…” teriakan mereka bertiga. Mereka bertiga ketakutan sambil berlari
menuju pintu utama. Tapi setelah di depan pintu, tiba-tiba lampu mati kembali,
sehingga pintu tidak bisa di buka. Mereka bertiga ketakutan, dan beberapa detik
kemudian lampu nyala kembali dan disusul dengan hidupnya puluhan mayat tersebut
dengan merentangkan tangannya ke depan dan posisi kepalanya
miring.
“A…A…A…” jeritan mereka bertiga. Kemudian mayat hidup itu berjalan menuju
mereka bertiga dan mencoba utuk mencekiknya. Tiba-tiba
Pintu utama terbuka sebelum mayat hidup itu mendekati mereka. Adlan dan Kikan berhasil keluar, sedangkan Anaya terjepit
setengah badannya di pintu utama
dikarenakan lampunya mati kembali.
Lalu semua mayat hidup itu memakan Anaya sampai darahpun berceceran
dimana-mana.
Adlan sungguh tak berdaya, Kikan nangis. Suasana di luar membasahi tubuh
mereka berdua. Dan sekali-kali petir menyambar.
Adlan dan Kikan pergi menuju tempat parkir mobil. Tapi di perjalanan,
petir menyambar ke sebuah pohon hingga tumbang, dan jatuh mengenai Kikan. Kikan
tidak sadarkan diri, darah mengalir di dahinya. Lalu Kikan langsung di bawa ke
mobil untuk dilarikan ke rumah sakit secepatnya. Adlan
mengendarai mobil dengan cepatnya. Waktu telah menunjukan pukul 04.30 WIB. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sudah di depan mata. Kikan di angkat oleh
Adlan dan masuk ke ruang Unit Gawat darurat (UGD). Adlan mengurus
administrasinya dan menunggu di sebuah kursi di sebuah lorong rumah sakit
dengan pikiran yang kacau. Kokok ayam terdengar di telinga Adlan, kicauan
burung mencoba menghibur hati Adlan yang sedang galau. dan berlama-lama
kemudian, ternyata dokterpun memberikan hasil analisanya. Hasil keputusan dokter menyatakan bahwa Kikan
hilang ingatan.
Mendengar keputusan Dokter Adlan sama sekali tidak berdaya. Adlan pun
meneteskan air matanya. Lalu Adlan pergi ke kamar pasien, untuk pamitan kepada Kikan
yang dalam keadaan belum siuman.
□□□ CHAPTER 11 □□□
Sesampai di rumah, Adlan melihat foto sahabatnya. Ada Raza, Racka, Vioni,
Anaya, dan Kikan. Semua sahabat Adlan yang telah mati kecuali Kikan yang hilang
ingatan, membuat Adlan murung di kamar.
“Den…den…, makan dulu, nanti sakit.” Kata pembantunya. Tetapi Adlan tetap
diam, dipikirannya selalu teringat kematian sahabatnya. Waktu menunjukan pukul 09.00
WIB.
Lalu Adlan menonton TV di kamarnya, tapi chanel yang ditontonnya terdapat berita kematian anak remaja di
sebuah gedung tua. Adlanpun nangis, karena mayat itu adalah teman-temannya.
Keesokan harinya Adlan pergi ke gedung
itu untuk menanyakan asal usul dan misteri apa tentang gedung tua itu.
Sesampai disana, Adlan bertemu dengan kakek yang tinggalnya tidak jauh
dari gedung tua itu.
Kata kakek itu…………
“Dulu, tempat itu adalah sebuah bank swasta, yang banyak sekali
peminatnya untuk meminjam dan menabung. Tapi suatu hari ketika kakek sedang berjalan melewati gedung itu, tiba- tiba ada seorang penjahat yang menginginkan uang.
Penjahat itu memakai jubah berwarna hitam dan membawa sabit, karena uang itu
tidak diberikan, maka penjahat itu tidak segan-segan untuk membunuh semua yang
ada di bank itu, termasuk satpamnya. Tapi salah satu pegawai bank itu ada yang
menyempatkan diri menghubungi polisi, tapi akhirnya
terbunuh juga. Ada kepalanya yang diputuskan, ada ususnya yang dikeluarkan, dan
macam-macam segala cara membunuhnya. Beberapa saat kemudian polisi datang,
lalu menembak muka penjahat itu. Nah dari kejadian itu, tidak ada lagi yang
berani masuk ke dalam”. Cerita kakek telah selesai.
Adlan hanya terpaku diam.
“Ngomong-ngomong, siapa nama Ade”? Tanya kakek.
“Nama saya Adlan, kalau kakek”? Tanya balik Adlan.
“Oh kakek, Mang Udin”.
“Ya sudah deh kek, ini ada
sedikit uang untuk kakek, mudah-mudahan bermanfaat”. Kata Adlan.
“Terima kasih Ade”.
“Permisi kek, terima kasih atas informasinya”. Kata Adlan.
Akhirnya Adlan puas dengan cerita kakek, lalu Adlan kembali pulang.
Akhirnya Adlan kembali untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari dan mencoba melupakan kejadian tragis yang menimpa sahabatnya itu, mulai dari sekolah dan
lain-lain.
“1 tahun kemudian”
Hari ini adalah hari ulang tahunnya Adlan. Adlan teringat dengan kejadian
setahun yang lalu, Adlan melihat album kenangan ketika
bersama sahabat-sahabatnya dulu. Adlan juga tidak lupa menengok Kikan yang masih
dirawat di rumah sakit jiwa. Adlan juga tidak lupa untuk berziarah ke empat makam
sahabatnya. Dan pastinya, Adlan terus meningkatkan ibadahnya kepada Allah
SWT.
Suatu ketika di rumahnya, Adlan mencari-cari
buku “PRIMBON”. Di bukanya lemari-lemari dan di acak-acaknya buku buku namun tidak ketemu juga. Mencoba mencari ulang dan memeriksa dari rak bukunya untuk menemukan buku
yang di carinya itu.
Beberapa puluh menit kemudian, akhirnya buku primbon itu berhasil di temukan, lalu Adlan membakar buku itu karena “Kematian
seseorang bukan di lihat dari mimpi, melainkan kehendak dan kekuasaan Allah
swt”. Kata Adlan dalam hatinya.
S E K I A N
Langganan:
Komentar (Atom)















