Kamis, 02 November 2017

THE CLUE OF DEATH



RAHAFSM  PRODUCTION



present



a story by Rifan Adlan Hakim



THE CLUE OF DEATH



□□□ CHAPTER 1 □□□

Cerita ini dimulai ketika suasana malam yang tak berbintang, disana terdapat seorang insan yang sedang tertidur lelap, kita sebut saja orang itu bernama “Adlan”. Adlan yang sedang tertidur di kamar pribadinya menjadikan malam ini terasa sepi. Adlan mengenakan selimut yang sama dengan spraynya dengan gambar bendera tim juventus sambil memeluk gulingnya. Adlan bermimpi sesuatu yang sangat membuatnya penasaran dan ketakutan.
        Di dalam mimpinya, Adlan melihat sebuah gedung yang kelihatannya sudah tidak terpakai lagi, temboknya yang berwarna abu ke hitaman serta terlihat bagian-bagian tembok yang sudah mengelupas. Di setiap bawah tembok terdapat tanaman-tanaman liar yang menandakan bahwa gedung ini memang sudah tidak terpakai lagi. Lampu-lampunya padam, baik bagian luarnya maupun bagian dalam. Akan tetapi hanya ada satu ruangan yang terlihat terang. Adlan mencoba masuk, hanya saja  sebelum sempat masuk, baru saja beberapa langkah, disana terlihat samar-samar ada seorang nenek-nenek yang ditarik oleh seseorang yang bertubuh tinggi, besar, dan memakai jubah berwarna hitam. Adlan mencoba mendekati lagi guna memperjelas pandangannya. Ternyata laki-laki berjubah hitam itu sedang menarik dan menggusur rambut nenek-nenek itu, sementara tangan kanannya membawa sebuah sabit yang tajam dan terlihat mengkilap, menandakan bahwa sabit tersebut sangat tajam. Orang yang memakai jubah berwarna  hitam itu terus-menerus menggusur nenek-nenek itu supaya masuk ke dalam gedung tersebut tanpa menghiraukan teriakan dan tangisannya.
        “Tolong…, tolong…, lepaskan saya…, tolong…, lepaskan saya dari pembunuh keji ini…, lepaskan saya.”  teriakan nenek-nenek itu sambil mengeluarkan kata-kata yang sedang ketakutan, Nenek-nenek itu juga meneteskan air mata yang terus-menerus mengalir kepipinya.
        Tapi apa boleh buat, orang yang memakai jubah hitam itu tetap saja berjalan dengan tegak sambil menarik rambut nenek-nenek itu.
        Adlanpun merasa takut melihatnya dan kebingungan. Adlan perlahan-lahan menuju kearah gedung itu lalu mengintip dibalik jendela dengan penuh rasa penasaran dan ketakutan.
        Baru saja menengok di balik jendela, tiba-tiba badan Adlan merasa gemeteran ketika melihat orang yang memakai jubah hitam itu ternyata sudah mengangkat sabitnya  untuk diayunkan kearah nenek-nenek itu. Adlan merasa panik, seolah-olah Adlan tidak berguna hidup didunia ini.
        Dengan menghilangkan rasa ketakutannya, Adlanpun mencoba memukul-mukul kaca didekatnya.
        “Jangan…jangan…” teriakan Adlan dengan perasaan panik sambil memukul-mukul kaca jendela itu.
Tapi, apa boleh buat, ternyata orang yang memakai jubah hitam itu sudah mengayunkan tangannya mengarahkan sabit tersebut ke  nenek-nenek itu.
“Slup” suara sebuah sabit yang masuk ke kepala nenek-nenek. Orang berjubah hitam  itu terus menerus menyabit nenek-nenek itu, sehingga darah berceceran dimana-mana. Otaknya keluar bercampur nanah dan berhamburan di atas lantai. Tiba-tiba,
“Takk” suara tulang leher yang terpatah. Kepala nenek-nenek itu putus, terpisah dengan badannya. Serentak Adlan kaget, Adlanpun berteriak dengan kencangnya sambil meminta tolong. Tapi, teriakan Adlan sia-sia, seolah-olah dunia ini tidak berpenghuni lagi. Tapi sang pencipta berkehendak lain, ternyata nenek-nenek itu sudah tak bernyawa lagi. Adlanpun berteriak dengan tidak kalah kerasnya dari teriakan yang sebelumnya.
“Tidaa…k, tidaa…k” akhirnya Adlan terbangun dari mimpinya, dengan muka yang penuh keringat  dengan nafas yang kencang.
Dilihatnya jam dinding yang menunjukan pukul dua lewat lima belas menit, Adlan termenung, berfikir tentang mimpinya lalu mengabaikannya. Dan akhirnya Adlanpun tertidur kembali dan beranggapan bahwa mimpi itu adalah mimpi biasa.
Keesokan harinya, Adlanpun seperti biasa melaksanakan aktivitasnya. Adlan adalah seorang siswa SMA kelas XII di salah satu sekolah SMA swasta.
Setelah selesai mandi dan berpakaian seragam putih abu dengan tas warna hitam di pundaknya Adlan keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah untuk sarapan pagi. Di meja makan sudah menunggu ayah dan bundanya Adlan. Mereka sarapan bersama. Di atas meja makan terdapat beberapa makanan, yaitu ada roti tawar, telor mata sapi, selai kacang dan selai strowberry, nughet, serta tiga gelas susu.
Hari ini Adlan hanya sarapan dua potong roti dengan selai kacang dan segelas susu buatan bundanya.
“Loh, kok telornya gak di makan ?” tanya bundanya Adlan.
“kenyang ibunda” jawab Adlan dengan suara lirih kepada bundanya. Adlan memang selalu begitu kepada bundanya, bersikap romantis dan manja.
“Masa anak bunda sarapannya cuman dua potong roti saja”.
“Tapi memang sudah kenyang ibunda”.
“ah dusta, paling ingin cepat-cepat bertemu dengan pacarnya”, kata ayah Adlan bergurau.
“ih, seenaknya saja ayah ngomong”. Kata Adlan dengan nada kecut.
“kapan-kapan tolong kenalkan dong pada ayah, biar hubungan kalian direstui”. Kata ayah lagi yang sedang mengangkat segelas susunya.
“huh..dasar, Adlan berangkat yah”. Kata terakhir Adlan dengan suara yang penuh semangat sambil mencium tangan ayahnya.
“ha..ha..ha..”. tawa ayah Adlan dengan penuh kebahagiaan.
“Ibunda, Adlan berangkat dulu”. Suara lirih pada bundanya sambil mencium tangannya. Bunda Adlanpun tersenyum, menandakan bahwa keluarganya adalah keluaga yang harmonis.
“Assalamu’alaikum..” teriak Adlan di atas motornya yang baru di starter. Adlan berangkat ke sekolah, ia mengendarai sebuah motor honda type blade dengan warna hitam dan abu keputihan.
“Wa’alaikum salam..”. kata orang tua Adlan.
“Ayah juga berangkat”. Kata ayah pada bunda sambil mencium keningnya.
“Assalamu’alikum”.
“Wa’alaikum salam ayah”. Jawab bunda sambil memberikan senyumannya.
Ayah Adlan adalah seorang staf karyawan kantoran di salah satu perusahaan tekstil di daerah Bandung.











□□□ CHAPTER 2 □□□


Suara ribut para siswa menyambut Adlan, Adlan memparkirkan motornya di tempat yang telah disediakan oleh pihak sekolah. Adlan berjalan di trotoar sekolah yang di setiap kiri kanannya terdapat beberapa pohon pinus yang rindang. Dilihatnya para siswa yang lain juga melakukan aktifitasnya masing-masing, ada yang berlari menuju kelasnya, ada yang ngobrol asyik sama teman-temannya, ada yang masih di kantin, pokoknya berbagai aktifitas dilakukannya, bahkan ada yang sudah siap-siap ganti baju untuk pelajaran olah raga di jam pertama. Adlan masih berjalan menuju kelasnya, dan disetiap depan kelas terdapat dua tempat sampah yang berbeda, yakni untuk sampah organik dan non organik. Di samping lapangan terdapat beberapa washtappel untuk mencuci tangan atau mukanya para siswa.
Adlan berjalan menuju kelasnya, dan masuk. Tiba-tiba,
“Darr...”. suara salah satu teman Adlan mecoba mengagetkannya.
“Aduh, dasar kau ini, selalu saja bikin orang lain kaget.” Kata Adlan kaget. Di  kelas Adlan biasa bercanda-canda dengan kelima sahabatnya, kita sebut saja ; Raza, Vioni, Racka, Anaya, dan Kikan. Mereka semua adalah sahabat-sahabat Adlan yang senantiasa menemani Adlan dalam keadaan suka dan duka.
Disamping ngobrol-ngobrol, mereka juga menikmati jajanan yang ada di kantin sekolah saat jam istirahat tiba, mereka terbiasa jajan mie rebus dan segelas teh manis. Sambil makan merekapun bercanda, tertawa, berbagi pengalaman, bahkan kadang-kadang suka membicarakan guru Matematika yang konon katanya sangat killer. Sampai-sampai mereka suka lupa waktu, jika sudah ngobrol, pastinya suka ngawur kemana saja tapi menyenangkan. Mereka pikir kesenangan itu hanya di dapat saat zaman SMA saja, padahal tidak juga, kebahagiaan itu tidak bisa di tebak, hanya misteri, seperti berjalan yang terhalang kabut yang pekat, tak tahu arah. Tapi menurut mereka bahwa kesenangan itu hanya didapat saat waktu sekolah saja.
Mereka semua belajar, guru-gurupun bergantian masuk ke kelas Adlan, tak terasa jam pulangpun menyapa semua siswa.
“Teng…teng…teng” lonceng sekolah telah berbunyi, para siswa dan siswi pulang kerumahnya masing-masing dan melakukan  aktifitas lainnya. Begitu pula dengan Adlan yang akan melakukan  aktifitas berikutnya.
“Guys, saya duluan” kata Adlan sambil membetulkan helmnya.
“yoi, sampai ketemu besok”. Sahut Racka.
“Woy, kerjakan PR nya, nanti saya nyontek” teriak Raza.
“Ha..ha..ha..” tawa Vioni dan Anaya.
Adlan pulang, Detik demi detik telah terlewati. Menit demi menit sampai jam demi jampun telah dilalui dengan berbagai aktifitas. Waktu terus berputar, tidak terasa jam tidurpun menyambut kembali untuk Adlan.
Adlanpun tertidur dengan lelapnya, sehingga dia bermimpi melihat gedung tua lagi. Tapi kali ini Adlan bertemu dengan seorang kakek-kakek yang memakai busana serba putih, termasuk kumis, jenggot, dan jambangnya juga berwarna putih. Tapi anehnya kakek-kakek itu tidak memakai alas kaki dan bahkan yang bikin kaget lagi adalah bahwa kakek-kakek itu ternyata kakinya tidak berpijak di atas bumi dan tampak bercahaya.
Kakek-kakek itu mendekat kearah Adlan, serentak Adlan kaget, Adlan tak bisa berlari, seolah-olah kaki Adlan lumpuh, tubuhnya gemetaran, ia hanya bisa menatap dan sesekali menelan air liurnya.
“Nak, jangan pernah masuk ke gedung ini” kata kakek-kekek itu menasehatinya dengan mata melotot tanpa berkedip sekalipun, serta suaranya  menggeram  bagaikan petir yang menyambar ke bumi.
“Emang kenapa kek? Apa yang sebenarnya terjadi di dalam gedung tua ini?” kata Adlan dengan suara yang terpatah-patah dengan penuh rasa penasaran, serta diiringi dengan perasaan takut yang bercampur dengan rasa ingin tahu.
“Karena, tempat ini …tempat ini adalah…” kata kakek itu berikutnya, namun,
 “Nit…nit…nit…” suara hand phone Adlan berbunyi dengan kerasnya, sehingga Adlan terbangun dari mimpinya, Adlan membuka mata dan duduk di atas kasurnya, ia memikirkan mimipinya tadi, lalu Adlan mengambil hand phonenya dan di bukanya sebuah sms baru yang berisi,
“Dlan, kmoe uddah belomm PR Mtk ? Blz”.  kata Raza lewat smsnya. Adlan terdiam dan termenung, Adlan mengabaikan dan tidak membalas sms dari temannya, bahkan Adlan tidak sedikitpun untuk memikirkan PR matematika,  melainkan Adlan malah memikirkan mimpinya tadi. Adlan mengambil segelas air minum di atas meja belajarnya.
“Glek...glek..” suara Adlan yang sedang minum segelas air putihnya sampai habis. Dilihatnya waktu yang menunjukan pukul 23.45 WIB. Akhirnya Adlanpun kembali berbaring di atas ranjangnya, dan membetulkan posisi bantal dan selimutnya.
“Huaa..aghh” Adlanpun menguap kembali, ia berbaring mencoba memejamkan matanya dan beberapa detik kemudian Adlanpun tertidur kembali. Adlan bermimpi kembali melihat gedung tua itu, namun kali ini berbeda, Adlan berusaha masuk ke gedung tua itu. 
“Tak…tak…tak…” suara langkah Adlan yang perlahan-lahan menuju ke arah gedung tua itu. Di dalam hatinya, Adlan penuh dengan rasa penasaran dan ingin tahu, serta diiringi dengan perasaan takut dengan tubuh yang gemeteran.
“Kreeekkk……….kreeekkk……” suara terbukannya pintu gedung. Adlan mulai masuk dengan kepala tak henti-hentinya melihat kearah kanan dan kiri. Lampu-lampu menerangi di setiap langkah Adlan. Keadaan gedung ini sungguh bersih tak ada sampah sedikitpun, berbeda sekali ketika dilihat di luar, sungguh bagaikan tempat sampah. Di dalam gedung ini, selain dengan lantainya yang bersih serta dihiasi dengan puluhan pintu untuk masuk kelorong-lorong, Juga dihiasi dengan lif dan tangga yang berbentuk setengah lingkaran untuk mencapai lantai berikutnya.
Pertanyaan Adlan sudah terjawab sekaligus dengan rasa penasarannya. Adlan bermaksud untuk keluar dari gedung ini, tapi ketika mau melangkahkan kakinya untuk ke luar tiba-tiba…
A……a……” terdengar jeritan perempuan dengan keras, diiringi tangisan yang membuat Adlan terasa takut.
Rasa penasaran Adlanpun muncul kembali, yang tadinya mau keluar dari gedung ini akhirnya Adlan bertekad mau mencari sumber suara itu. Adlan berjalan perlahan-lahan dengan penuh hati-hati. Suara tangisan perempuan itu masih terdengar samar-samar. Adlan mencoba naik ke atas tangga, tapi baru ditengah-tengah tangga, Adlan melihat darah segar yang berceceran dilantai. Suara tangisan itu hampir jelas terdengar. Adlan melanjutkan langkahnya dan sampailah di lantai dua
Ketika sampai di lantai dua, Adlan terkejut ketika melihat darah yang berceceran dimana-mana serta dibingungkan dengan banyaknya lorong-lorong yang gelap. Tiba-tiba terdengar lagi jeritan perempuan itu. Adlan mencoba mengikuti jeritan itu. Adlanpun masuk kearah lorong yang paling kanan, di lantainya terlihat jelas warna darah segar yang sepertinya baru saja tumpah.
Adlan berjalan perlahan-lahan di lorong tersebut, di setiap lorong terdapat tiga jalan yang bercabang, semakin ke dalam semakin gelap. Jarak pandangan hampir kabur, Adlan lebih berhati-hati di setiap mengangkat kakinya untuk melangkah.
Di setiap lorong itu terdapat ruangan yang tak berpintu, Adlan pun terus berjalan menuju sumber tangisan perempuan itu, yang sesekali terdengar jelas jeritannya. Dilihatnya beberapa ruangan yang tak berpintu, isinya kosong, hanya keramik putih yang berdebulah yang terlihat. Tapi ada satu ruangan yang berpintu, ruangan tersebut terdapat cahaya lampu, dengan pintu yang sedikit terbuka, menjadikan cahaya lampu tersebut mampu menerangi segaris lantai di luar ruangan. Adlan mencoba untuk melihat di celah  pintu itu, dengan perasaan kaget, tubuh Adlan pun bergetar ketika melihat banyak perempuan yang kepalanya di penggal hingga mati oleh orang yang memakai jubah hitam. Lantainya penuh dengan darah, bahkan di tembok ruangan itu juga terdapat percikan-percikan darah, di sebelah pinggirnya terdapat beberapa perempuan lagi yang sedang menangis merengek-rengek minta ampun.
“Ampun… Ampun… jangan bunuh kami.... kata beberapa perempuan itu sambil meneteskan air matanya. Sesekali salah satu dari perempuan-perempuan itu berteriak histeris. Tiba-tiba orang yang memakai jubah hitam itu diam, tidak bergerak sama sekali. Ternyata kehadiran Adlan sudah di ketahui oleh orang yang memakai jubah hitam itu. Tiba-tiba orang yang memakai jubah hitam itu melihat Adlan dengan penuh darah di mukanya, serentak Adlanpun langsung lari. Orang yang memakai jubah hitampun menyusul Adlan sambil memawa sabit di tangan kanannya. Adlan terus berlari, di pikirannya, Adlan berusaha mengingat jalan yang telah di tempuhnya, ia mencoba mencari jalan keluar ke setiap lorong-lorong, namun tetap sia-sia, yang ada hanya lelah, tubuhnya di banjiri dengan keringat ketakutan. Adlan berhenti dari larinya, dengan nafas yang kencang ditambah pikiran yang panik, Adlan menyandarkan punggungnya ke tembok. Adlan mencoba mengingat kembali lorong-lorong yang barusan dilauinya, hanya saja tetap sia-sia, akhirnya Adlan berlari kembali meskipun tidak tahu jalan menuju lantai bawah, beberapa lama kemudian Adlan terpeleset dan terjatuh. Dilihatnya lantai yang penuh dengan darah menjadikan licin di setiap lantainya. Baju yang dikenakan Adlanpun penuh dengan darah. Adlan bangkit kembali dan berdiri, dilihatnya ada sebuah ruangan di samping kiri tepat Adlan terjatuh, Adlan masuk ke ruangan itu, mencoba menenangkan nafasnya. Ruangan itu sangat gelap, tapi bau amis darah melekat masuk di setiap hela nafasnya Adlan. Dipikirannya ruangan ini penuh dengan darah, meskipun tak terlihat, tapi Adlan masih bisa merasakan licinnya lantai dan baunya yang menyengat. Adlan hanya diam membisu seribu bahasa, tak bisa berbuat yang lain lagi, hanya berdo’alah yang bisa dilsayakannya pada saat itu.
Beberapa menit kemudian, Adlan keluar dari tempat persembunyiannya, mencoba berjalan perlahan-lahanpun tak mampu menenangkan kakinya yang gemetaran, Adlan merasa sangat takut, akhirnya Adlan memilih menghentikan langkah kakinya dan berjongkok sambil menyandar ketembok. Kedua tangannya berada di atas setiap lututnya. Meski lorong terlihat samar, bukan berarti harus tetap mencari jalan keluar. Adlan merasa lebih baik diam dari pada berlari-lari mencari tangga menuju lantai bawah. Tiba-tiba Adlan merasakan setitik hangat di tangan kirinya. Serentak Adlanpun merasa kaget. Di sentuhnya setitik hangat tersebut dengan jari telunjuk kanannya, dan ketika Adlan melihat telunjuk kanannya ternyata terlihat tetesan darah yang terjatuh di langit-langit, Tapi alangkah kagetnya ketika Adlan melihat ke langit-langit, tiba-tiba orang yang memakai jubah hitam itu sudah siap untuk membunuh Adlan dengan sabit. Adlan berteriak dengan kerasnya .
Aaa...”Teriakan Adlan membelah keheningan malam dan terbangun dari mimpinya. Lalu Adlan bangun dari tempat tidurnya, sejenak Adlan terdiam, lalu Adlan berdiri dan melangkahkan kakinya menuju kursi dimana ia selalu duduk untuk belajar. Adlan melipatkan kedua tangan di atas meja belajarnya dan menjadikannya alas untuk kepalanya. Adlan melamunkan mimpinya, dan Adlan merasa takut dan kebingungan.
“Apa yang sebenarnya terjadi di gedung itu? Apakah ini mimpi biasa atau tidak?” Kata hati Adlan sambil mengerutkan keningnya. Waktu terus bergulir, Adlan sama sekali tidak bergerak, hingga beberapa lama kemudian,
“TRILING…..TRILING “ suara alarmpun berbunyi, waktu telah menunjukan 04.30  WIB. Adlan mencoba beranjak, alarm tersebut menyuruh dan memberi tahu bahwa sudah waktunya untuk bangun dan beraktifitas kembali. Adlan mengambil air wudhu dan menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lupa ia berdo’a untuk senantiasa di beri keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat.






□□□ CHAPTER 3 □□□



Suara lonceng sekolah berbunyi, semua siswa masuk ke kelasnya masing-masing, sementara Adlan masih di luar. Sahabat-sahabat Adlan sudah dari tadi di kelas, mereka sedang sibuk menyontek PR matematika. Adlanpun masuk kelas, sahabatnya mencoba menyapa Adlan tapi tak ada respon sedikitpun. Adlan menghampiri bangkunya dan duduk. Pandangannya kosong, Adlan tidak seperti biasanya melamun, tiba-tiba guru jam pertamapun masuk ke kelas Adlan. Para siswa tegang, sudah menjadi rahasia umum kalau yang namanya guru matematika memiliki sifat yang berbeda dengan guru mata pelajaran lain, dialah yang biasanya paling di takuti sama para siswa.
“tak..tak.. suara sepatu ibu guru, para siswa menarik nafas, kecuali Adlan yang dari tadi hanya melamun.
Selamat pagi Anak-anak”
“Pagi bu” Ibu guru menuju mejanya dan duduk.
“Silahkan berdo’a dulu”. Semua siswa berdo’a di pimpin oleh ketua muridnya. Lalu mereka menyanyikan salah satu lagu wajib nasional yang berjudul “syukur”, setelah itu para siswapun kembali diam.
 “Oh ya, kumpulkan PR matematikanya !” kata Ibu guru sambil membuka tasnya. Ibu guru itu mengeluarkan buku absensi kelas dan buku daftar nilai. Sementara para siswa berbondong-bondong maju ke depan kelas untuk mengumpulkan pekerjaan rumahnya, sementara Adlan tidak mengumpulkan pekerjaan rumahnya, Adlan di Tanya oleh sahabat-sahabatnya, namun Adlan tetap saja tidak menjawabnya, sehingga Ibu guru menegurnya.
“Adlan……”Kata Ibu guru dengan suara galaknya, tapi Adlan tetap saja diam, padahal sahabatnya juga sudah menepuk pahanya Adlan.
“Adlan…, Adlan…Dipanggil Ibu tuh” Kata Raza.
“Adlan” kata Ibu guru lagi, semua murid terdiam, lalu Ibu guru menghampiri bangku Adlan dengan mata yang tajam.
“DUGG“ Suara bangku Adlan yang dipukul oleh Ibu guru.
“Adlan , Adlan” suara Ibu guru dengan nada yang lebih keras lagi, Adlan pun tersadar dari lamunannya.
“Ada apa Bu“ Kata Adlan dengan rasa kaget. Teman-teman sekelasnyapun menertawakannya.
“Eh, ada apa Bu” Suara Adlan dengan lembut dan malu.
“DIAM SEMUANYA“  Kata Ibu guru dengan keras lagi, sehingga semua murid diam kembali.
“Adlan, Mana  PR mu ?” Tanya Ibu guru .
“…E…Belum bu…” Jawab Adlan dengan polos.
“Coba kerjakan nomor satu di depan” perintah Ibu guru kepada Adlan. Adlanpun segera maju ke depan dan mengambil kapur, sementara ibu guru itu kembali ke meja gurunya dan mencoba memeriksa hasil pekerjaan rumahnya para siswa. Sementara Adlan ketika mau menulis sesuatu di papan tulisnya Adlan hanya terdiam saja seperti mayat hidup, pikiran Adlan selalu di bayangi oleh mimpinya semalam ketika mau di bunuh. Ibu guru kembali kesal melihat Adlan yang sedang melamun kembali, akhirnya ibu guru menghampiri Adlan yang sedang berdiri di depan kelas. Ibu guru itu akhirnya menepuk bahu Adlan dengan sebuah buku.
“Bugk...” suara buku yang membentur bahunya Adlan. Akan tetapi tiba-tiba Adlan berteriak dengan kencangnya.
“Jangan…jangan…” teriakan Adlan di depan kelas. Teman-temannyapun menertawakannya lagi.
“Diam…” bentak ibu guru kepada semua siswanya.
“Adlan, apa-apaan kamu, teriak-teriak segala kaya orang gila, sekarang keluar dari pelajaran Ibu, sudah tidak mengerjakan PR, bikin ulah di depan kelas, cepetan keluar, cepetaa…n” kata Ibu guru pada Adlan dengan penuh rasa kesal. Para siswapun kaget mendengar perkataan ibu guru. Tapi…,
“Bruugh” Adlan terjatuh dan  pingsan, semua yang ada di kelas panik, termasuk Bu guru. Lalu Ibu guru menyuruh temannya agar di bawa keruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS).
Di ruang UKS Adlan berbaring di tempat yang memang di sediakan oleh pihak sekolah bagi siswa yang sakit. Di tempat itu terdapat empat set tempat tidur, satu meja dan enam kursi. Di sekeliling temboknya terdapat poster-poster yang bertema tentang kesehatan. Di pojok kanan ruang UKS terdapat kotak onat dan sebuah dispenser lengkap dengan galonnya. Razapun duduk di salah satu kursi tersebut hanya untuk menemani sahabatnya yang sedang terkujur lemas. Namun Beberapa menit kemudian Adlanpun siuman. Raza segera menghampiri Adlan, Adlan menanyakan apa yang terjadi pada Raza, Raza hanya tersenyum sambil memberikan segelas air hangat untuk Adlan.
“Minumlah, tadi kamu pingsan di depan kelas, nih minum, mungpung masih hangat, lagian kenapa sih dari tadi melamun terus, hari ini kamu aneh tau gak, biasanya kalau ada sesuatu suka bilang, sebenarnya kamu itu kenapa sih ?”. Tanya Raza sambil memberikan segelas air minum untuk Adlan. Adlan hanya diam sedangkan dalam hatinya ia memikirkan mengenai mimpinya semalam.
“Woy, nih minum dulu” tanya Raza lagi. Adlan hanya memandang Raza yang tulus memberikan segelas minuman untuknya. Adlanpun mengambilnya, ditatapnya segelas minuman itu dengan pikiran yang terus di hantui dengan mimpinya semalam, akhirnya Adlan mencoba untuk meminum segelas minuman yang di berikan Raza.
“Thanks yah Za,” ujar Adlan sambil tersenyum.
“Sebenarnya kamu kenapa sih ?” tanya Raza lagi sambil mengerutkan keningnya. Adlan mencoba bangun dari tempat tidurnya, setelah itu Adlan mengajak Raza untuk kembali ke kelasnya. Razapun menuruti keinginan Adlan meskipun pertanyaannya belum sempat di jawab. Mereka berjalan menuju kelasnya, lagi-lagi Raza bertanya,
“Ngomong dong, ada apa ?, kamu kenapa ? apa yang terjadi ? jawab dong Adlan !” . Adlan hanya fokus berjalan, tapi ketika melewati majalah dinding (mading) sekolah Adlan berhenti sejenak dan  membaca salah satu artikel yang di kirim oleh siswa yang lain, Adlan membaca sebuah rubrik ramalan bintang.
“Hari gini masih percaya sama yang kaya gituan, kampungan tau gak”. Ledek Raza yang di dalam hatinya masih penasaran mengenai kondisi Adlan. Setelah selasai membaca, Adlan kembali melanjutkan perjalanannya menuju kelasnya.
“Assalamu’alaikum” semua siswa yang ada di kelas memandangi Adlan. Adlan duduk di bangkunya. Muka Adlan terlihat agak pucat.
“Za, Adlan kenapa ?” tanya Anaya.
“Tau ah”. Jawab Raza singkat, seolah-olah tidak peduli dengan kondisi Adlan. Di dalam kelas, Adlan hanya melamun dan mengabaikan semua temannya sampai tidak terasa lonceng pulangpun berbunyi. Siswa-siswa kembali bersorak riang menandakan akan kembali pulang.
Adlan tidak biasanya pulang duluan dari sahabatnya. Sahabatnyapun tidak paham apa yang sebenarnya terjadi pada Adlan. Kikan, salah satu sahabatnya tersenyum.
“Kamu kenapa ?” tanya Racka penasaran dengan senyumannya.
“Saya tahu kenapa hari ini Adlan bersikap aneh”.
“Hah, emang kenapa gitu ?”.  kata Racka sambil menengok ke arah Kikan dan menghampirinya. Razapun kaget mendengarnya.
“Sakit yah”. Ujar Anaya, Vionipun maju ke arah Kikan dengan pandangan yang penuh tanya.
“Sini semuanya, saya akan kasih tahu kenapa Adlan bersikap aneh”. Kata Kikan dengan sedikit melebarkan senyumannya. Kikanpun membisikan jawabannya dengan pelan.
“Ohh...” kata mereka sambil tersenyum.
“Pantesan dari tadi saya nanya kagak di jawab melulu” kata Raza sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Dan saya punya ide untuk hal itu” kata Kikan lagi. Vioni, raza, Racka dan Anaya serempak melihat ke arah Kikan dan mendekat. Kikanpun kembali membisikan ke mereka dan merekapun sepakat dengan idenya Kikan.
“ya sudah, bagaimana kita ke rumah Anaya dulu, kita mendiskusikan untuk merencanakan eksekusinya”. Kata Kikan lagi. Dan merekapun mengiyakannya. Akhirnya mereka pergi ke rumah Anaya.








□□□ CHAPTER 4 □□□



Ternyata Adlan tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan mampir dulu ke sebuah toko buku, Adlan memparkirkan motornya dan masuk. Mata  Adlan terfana ke semua buku yang ada di sana, Adlan mencari buku sambil sedikit membaca.
“Selamat siang, bisa saya bantu Mas ?” sapa salah satu pelayan toko buku.
“Mmm... mau cari buku tentang ramalan, di sebelah mana yah ?” jawab Adlan dengan ramah. Pelayan buku itu menunjukan tempat dimana posisi buku ramalan itu berada.
“Nah disini Mas, jika ada yang perlu di bantu lagi saya ada di sebelah sana” ujar pelayan toko buku itu sambil menunjuka tempat stand by nya. Beberapa menit kemudian Adlan menemukan buku yang berjudul “PRIMBON”. Primbon adalah salah satu buku yang isinya mengenai prediksi-prediksi tentang mimpi. Tidak lama kemudian Adlanpun membelinya.
“Ada yang lain lagi ?” tanya kasir toko buku.
“Oh tidak, cuman yang ini saja”.
“Harganya Rp. 37500,-“ kata kasir lagi sambil memasukan bukunya ke dalam kantong plastik. Adlan memberikan uangnya.
“Terimakasih, lain kali datang lagi” kata kasir penuh ramah.
“Sama-sama” Adlanpun segera keluar dari toko buku itu dan berjalan menuju tempat dimana ia memparkirkan motornya. Adlan merasa senang sekali setelah mendapatkan buku primbon itu, karena Adlan berfikir bahwa buku yang berjudul “PRIMBON” ini akan memberikan jawaban dari mimpinya. Adlan menstarterkan motornya dan pulang menuju rumahnya. Adlan mengendarai motornya dengan cepat, mereka yang melihatpun menyangka bahwa Adlan orang yang tidak benar. Kurang lebih tiga puluh menitan akhirnya Adlan sampai di rumahnya.
“Assalamu’alaikum” keadaan rumah sepi. Adlan masuk dan berlari ke arah tangga untuk segera masuk ke kamarnya. Sesaat sampai di kamar, Adlanpun tidak langsung membaca buku yang barusan di belinya, melainkan duduk dulu  dan bersantai sejenak. Adlan meregangkan tubuhnya dan mengganti baju seragamnya dengan sebuah kaos hitam yang bertuliskan “the dream to bring die”. Adlan keluar dan turun dari kamarnya, ia menuju dapur. Adlan mengambil gelas dan di bukanya lemari es dua pintu dan di tuangkanlah sebuah jus alpuket ke gelasnya. Dilihatnya di atas meja makan sebuah toples yang berisi cemilan kacang, tanpa di pikir lagi cemilan tersebut langsung di ambilnya. Lalu Adlan pergi ke kamar sambil membawa jus alpukat juga cemilan kacang dan menyimpannya di atas meja belajarnya. Kemudian Adlan duduk di kasur sambil membuka tas dan mengambil buku yang baru di belinya tadi yakni “PRIMBON”.
“Sruutt.. Ahh” di minumnya jus alpuket tersebut dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang buku yang di belinya tadi. Lalu buku primbon itu di baca-baca, dan sampailah Adlan menemukan halaman yang di cari-cari, yakni bagian tafsir mimpi.  Lalu Adlan melanjutkan  membacanya sehingga Adlan menemukan bagian mimpi melihat tragedi pembunuhan. Yang isinya  “Jika anda bermimpi melihat seseorang yang mati karena di bunuh, maka orang yang anda sayangi akan mengalami kematian dalam waktu yang dekat“.
Adlanpun diam terpaku, seolah-olah  Adlan percaya pada buku itu, padahal yang menentukan kematian itu hanya Allah Sang Maha Pencipta saja.







□□□ CHAPTER 5 □□□


Malampun tiba, Adlan terbaring di atas ranjang sambil memikirkan kebenaran tentang buku yang baru di belinya tadi. Tapi, di balik kecemasan itu, terdapat benih-benih kebahagiaan yang ada di dalam hatinya, mengapa demikian? karena besok Adlan berulang tahun, jadi sekarang Adlan cepat-cepat tidur dan melupakan semua kejadian mimpinya itu. Akhirnya Adlan tersenyum dan beberapa menit kemudian Adlanpun tidur.
Adlan tertidur dengan pulasnya, sehingga Adlan bermimpi melihat gedung tua itu lagi . tapi yang dilihatnya sekarang hanya seorang karyawan yang sedang membersihkan lantai dengan raut muka yang sepertinya sedang marah. Adlanpun mencoba mendekatinya, dan sesampai di dekat karyawan itu Adlan mencoba untuk menyapanya.
“Siang pak !”. Sapa Adlan, karena tidak ada jawaban dari karyawan itu, Adlan kembali berjalan dan terus masuk kedalam gedung itu.
“Loh kok sepi sih Pak ?”. tanya Adlan kembali sambil  menengok kebelakang. Tapi, Adlan malah kaget karena di lihatnya  karyawan yang membersihkan lantai tadi itu hilang. Bulu kuduk Adlan berdiri, jantungnyapun mulai berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Adlan berlari ke arah luar, sesampai di depan pintu Adlan berhenti dan melirik lagi ke belakang, tapi karyawan yang sedang membersihkan lantai itu tetap tidak ada, Adlan mulai takut, tapi ketika Adlan melihat kedepan lagi tiba-tiba karyawan itu sudah ada di depan muka Adlan dengan mata melotot.
“A….a…..a….” Adlan berteriak sambil terjatuh.
“Bapak mengagetkan saja sih pak” sentakan Adlan dengan nafas yang kencang.
“Cepat pergi dari sini ! PERGI…, dasar goblok, gak tahu di untung“ kata karyawan itu dengan nada yang lebih keras lagi.
“Maksudnya apa sih pak?“ Tanya Adlan dengan penuh rasa keheranan.
“Cepat PERGI…” Kata karyawan itu dengan suara yang lebih keras lagi dari sebelumnya. lalu karyawan itu mengambil ember yang berisi air pel  dan menyiram Adlan.
“Byuuurrr !“ Adlanpun bangun dengan basah kuyup, karena di siram oleh teman-temannya  sambil bernyanyi.
“Happy birthday to you... Happy birthday to you ... Happy birthday to you ...kata sahabat-sahabat Adlan, yakni Racka, Raza, anaya, Vioni dan Kikan. Adlan tersenyum dengan terpaksa, karena teringat dengan mimpi yang di alaminya tadi.
Waktu menunjukan pukul empat pagi. Mereka ngobrol dengan asyiknya, kehadiran sahabat - sahabatnya menjadikan Adlan hampir melupakan mimpinya tadi. Tertawa, perang bantal, menjadikan suasana pagi terasa sangat hangat. Kokok ayam saling bersahutan, menandakan sang surya akan segera menyinari alam raya ini. Setelah berbincang-bincang merekapun bergegas mandi secara bergiliran. Keadaan di kamar Adlan sungguh seperti pesawat yang hancur,  berantakan, dan kotor.
Mereka berangkat ke sekolah dari rumah Adlan, tak lupa Adlan dan sahabatnya sarapan bersama dan merekapun pamit kepada orang tuanya Adlan. Mereka pergi ke sekolah bersama.
Kegiatan belajar mengajarpun telah terlewati, Raza  dan teman yang lainnya mengajak Adlan untuk berpesta sambil merayakan hari ulang tahun Adlan.
“Kebetulan hari ini  adalah hari sabtu, jadi pestanya bisa sampai larut malam“ kata Racka sambil menepuk bahu Adlan.
“Emang  kita mau pesta di mana ?” Tanya Adlan .
“Tempat sih sudah ada, hanya saja makanannya  belum ada“ jawab Anaya dengan santai .
“Ya sudah, sekarang kita pulang, nanti jam empat sore kita kumpul di rumah Adlan“ sambung Vioni memberi keterangan. Setelah lama berdiskusi akhirnya Adlan dan teman-temannya  pulang ke rumahnya masing-masing.



□□□ CHAPTER 6 □□□



Sesampai di rumah Adlan mandi dan makan siang, setelah itu Adlan berkemas membawa keperluan untuk bekal di sana, meskipun Adlan sebenarnya tidak tahu rencana apa yang di buat oleh ke lima sahabatnya itu.  Waktu telah menunjukan 15.30  WIB, sahabat-sahabat Adlan berdatangan satu persatu. Akan tetapi mereka sama sekali tidak membawa tas atau perbekalan untuk di sana. Adlanpun heran dan bertanya.
“Loh kok kalian tidak membawa perbekalan sih ?”
“Santai saja, semuanya sudah beres”. Kata Kikan.
“Beres ? apanya yang sudah beres ?” tanya Adlan kebingungan. setelah semua sahabat Adlan datang akhirnya mereka berangkat pukul 16.00 WIB.  Mereka naik mobil Raza, di dalam mobil semuanya bersorak, tertawa dan bercanda, sementara Adlan kebingungan. Adlan takut kalau dirinya akan di kerjain sama sahabatnya itu. Di  perjalanan  mereka  mampir ke sebuah mini market  untuk membeli makanan.
Setelah selesai membeli makanan, merekapun kembali naik mobil. di perjalanan  mereka terkagum-kagum dengan pemandangan yang sangat indah.
“Emang  kita mau kemana ?” Tanya Adlan.
        “Tenang saja, aman kok“ jawab Racka.
“Masih jauh gak“ tanya Adlan kembali .
“Sebentar lagi“ jawab Racka yang ke dua kalinya. Mereka semua menikmati perjalanannya,









□□□ CHAPTER 7 □□□


Akhirnya mereka sampai di sebuah tempat yang sangat cocok untuk pesta, yakni sebuah gedung yang megah, memiliki enam lantai dan di hiasi dengan lampu-lampu yang beraneka macam warna, dan waktu telah  menunjukan tepat pada pukul 20.00 WIB .
Mereka sangat senang sekali tiba di sana dan ingin segera melaksanakan acara yang sudah di rencanakannya. Di tempat itu terdapat banyak orang yang berlalu lalang, di depan gedung terdapat sebuah gerobak yang sedang jualan nasi goreng, di sampingnya terdapat gerobak yang sedang menjajarkan jajanannya, ada kue kukis, martabak dan lain-lain. tapi Adlan malah kebingungan, perasaannya tempat ini sudah tidak asing lagi bagi Adlan, tapi faktanya  Adlan belum  pernah ke tempat ini.
Adlan meresa enggan untuk masuk ke dalam gedung yang indah ini, Tapi sahabatnya Adlan memaksa masuk bahkan mereka pada menarik tangannya. karena  di paksa oleh sahabatnya, akhirnya Adlanpun masuk ke gedung itu.
Kecemasan Adlan hilang setelah masuk kedalam, ternyata di dalamnya sungguh luar biasa megahnya. Dilihatnya orang-orang yang sedang melakukan  aktifitasnya masing-masing, lif dan tangga yang banyak dan strategis dalam posisinya, sejuk, nyaman, serasa gedung ini baru di bangun dan  terdapat lorong-lorang yang di hiasi dengan  lampu lampu yang menyinarinya. Pas di depan pintu masuk terdapa meja resepsionis. Kamioun sempat di tanya oleh dua orang satpam.
Lalu Raza mengajak Adlan dan yang lainya menuju lif untuk ke lantai empat, karena di lantai empatlah kejutan buat Adlan akan di terjadi. Semua peralatan pestapun sudah di siapkan sebelumnya oleh Racka dan yang lainnya. Tiba-tiba lif terbuka. Mereka keluar, pastinya mereka sampai di lantai empat. Mereka saling berpandangan satu sama lain dan tiba-tiba mereka berteriak dengan kerasnya, pertanda bahwa mereka sangat bahagia. Mereka berteriak sekeras mungkin. di lantai empatpun terdapat lorong-lorong yang di terangi dengan lampu-lampu yang indah. tiba-tiba ada satpam menghampiri kita, dia yang melarang kita untuk bersuara keras. Salah satu dari kami ada yang aik ke lantai lima, karena ada sebagian perlengkapan di simpan di sana.
Akhirnya pestapun di mulai dengan senangnya, acara makan-makan dan minum-minum pun mengalahkan semua masalah-masalah yang menghantuinya. Mereka berkaroke riang, bermain kartu, menari tak karuan, tertawa, berfoto dan semuanya itu menjadikannya suasana malam ini menjadi lebih indah.
Tidak terasa waktu telah menunjukan pukul 01.00 WIB. makananpun habis, tapi mereka masih saja menikmati alunan musik  yang menenangkan pikiran. Tapi mereka di kagetkan oleh seorang karyawan yang sedang membersihkan lantai. . 
“Dimana Saya pernah melihat tempat ini ? Dan dimana Saya pernah melihat orang itu ?” kata Adlan di dalam hatinya.
Musikpun di matikan oleh Raza, lalu Raza marah-marah sama karyawan tersebut.
“Hei, kamu itu gak sopan sekali ya ? masih ada tamu mau bersih-bersih lagi, kamu mau ngusir kita semua ?”.
        Lalu karyawan itu menjawab dengan suara lirih sambil meneteskan air matanya.
“Maaf, padahal Saya sudah berpesan pada dia” (sambil menunjuk kearah Adlan).
“Adlan emangnya ada pesan apa?” Tanya Vioni. Adlan berfikir sejenak, dan…
“Oh ya, sekarang Saya baru ingat“ kata Adlan.
“Emang sebenarnya ada apa sih Dlan” kata Racka.
“Begini ya, tempat ini adalah tempat yang saya temui di dalam mimpi Ku“ kata Adlan.
“Lalu pesannya apa ?” Tanya Vioni.
“Saya dilarang masuk ke tempat ini“ jawab Adlan.
“Itu kan hanya mimpi doang“ sambut Vioni.
“Tapi mimpi itu berulang-ulang“ kata Adlan berikutnya.
“Tapi kok kamu gak pernah cerita sih sama Kita-kita“. Kata Anaya.
“Itu karena Saya masih menganggap bahwa mimpi itu adalah bunga tidur, jadi Saya tidak mempedulikan hal itu dan sekarang kita pergi dari tempat ini, Please !“
“Dengar ya Adlan, Kita semua sudah capek-capek menyiapkan ruangan ini, kamar tidur, bahkan sound system pun Kita nyewa  kok,   jadi intinya Kamu jangan mengecewakan Kita, karena kita sudah membayar semuanya“. Kata Anaya.
“Oke, Kalian kan ceritanya mau bikin Saya bahagia,  satu  permintaan saja, saya mau pulang, bereskan ? kerugian kalian akan saya ganti, ngerti ?jadi, SAYA MAU PULANG” suara Adlan yang keras dan marah.
“Baik, kalau itu  bisa bikin Adlan bahagia“  kata Raza yang menyerah.
“tunggu apalagi“ kata Adlan yang kesal.
“baik, tapi Saya ngambil tas dulu di lantai 5“, kata Vioni sambil berlari menuju tangga.
“Sekalian  tolong ya punya Saya“ kata Kikan .
“Loh, kok karyawan itu tidak ada, cepat sekali ya perginya ! Oh ya,  Saya  mau ke kamar mandi dulu sebentar“.kata Kikan.
Kikan berjalan sambil melihat bagian lorong-lorong yang penuh cahaya, tapi tiba-tiba,
“A…a…a…” jeritan Kikan menggemakan isi gedung, lalu Kikan berlari ke arah Adlan.
“Ada apa Kikan, Apa yang terjadi“ pertanyaan sahabatnya kebingungan.  Adlan ketakutan, Anaya nangis, Raza dan Racka  panik dan penasaran.
“Petugas kebersian itu  …Petugas kebersihan itu, mati. jawab Kikan sambil menangis.
“Kikan, apa-apaan ini, Kamu jangan bikin Kita takut“ kata Raza  dengan suara agak keras.
“Benar, tubuhnyapun di hinggapi dengan belatung“. kata Kikan sambil meneteskan air matanya.
Di keheningan malam yang menegangkan ini, tiba-tiba terdengar jeritan Vioni di lantai 5, lalu mereka semua panik, Adlan menyuruh Racka dan Anaya untuk ke lantai 5, Anaya terpaksa menemani Racka. Racka dan Anaya berlari hanya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya.
Adlan bercerita tentang mimpinya pada Raza dan Kikan.
“Bahwa Saya melihat orang-orang  di gedung ini, mereka semua di bunuh oleh seseorang yang memakai jubah  berwarna hitam, dan saya juga melihat orang-orang yang melarang saya untuk masuk ketempat ini “ tutur Adlan .
“Kenapa Kamu baru cerita sekarang“ kata Raza yang kesal.
“Saya tidak tahu kalau kejutan ulang tahun Ku akan pergi ke tempat ini“ jawab Adlan.
Akhirnya Adlan dan Raza beradu mulut. Tiba-tiba saja Kikan pingsan. Adlan dan Raza berhenti dari pertengkarannya.  Mereka berdua kebingungan. di tambah lagi dengan Racka, Anaya, dan Vioni yang tak kunjung kembali.









□□□ CHAPTER 8 □□□



 Anaya dan Racka kaget melihat Vioni  yang sudah tergeletak di lantai. Anaya mendekat dan membangunkannya.
“Vioni…Vioni….bangun“ kata Anaya dengan perasaan heran dan ketakutan. Tapi beberapa saatpun Vioni siuman kembali.  Lalu mereka bertiga bergegas pergi dari tempat itu. tapi baru beberapa  langkah, tiba-tiba mereka bertiga di kagetkan dengan suara ketukan pintu.
“Tok…Tok…Tok…”
Mereka bertiga semakin ketakutan. Mereka berhenti sejenak untuk mengetahui sumber suara itu.
“Tok…Tok…Tok…”
Suara itu terdengar lagi. Racka berfirasat  bahwa suara itu bersumber dari dalam lemari. Lalu Racka menuju ke arah lemari itu dan bertekad akan  membukanya, tapi  Vioni  melarangnya. tapi Racka tetap saja keras kepala, mata Anaya dan Vioni  tidak berkedip karena rasa ingin tahu di balik lemari itu. Tapi ketika Racka membuka lemari itu, ternyata  terdapat kepala manusia dengan darah dimana-mana. Kelopak matanya keluar serta mulutnya menganga dan bersuara menggeram.
“A…A…A….” Teriakan Vioni ,Anaya dan Racka.  mereka langsung berlari dari ruangan itu. Tiba-tiba saja ketika mereka bertiga keluar dari tempat itu mereka juga di kagetkan dengan mati lampu dan tangga untuk jalan menuju lantai empat tidak ada, lif tidak bisa di pakai. Mereka berlari mencari jalan keluar menuju lantan empat dengan setitik cahaya dari sebuah handphone, dan merekapun akhirnya tersesat di lorong-lorong yang gelap.
Teriakan Vioni ,Anaya dan Racka tadi terdengar oleh Adlan Dan Raza. Lalu Adlan menyuruh Raza  untuk menyusul Mereka. Tapi di lantai empatpun tiba-tiba saja lampu mati, lagi pula tangga menuju  lantai lima hilang begitu saja. Lalu Raza pergi menuju  tangga yang lain.  Sesampai di lantai lima dan di temani cahaya handphone Raza merasa heran ketika melihat di sekelilingnya berbeda dari yang sebelumnya pergi ke tempat ini. Razapun kaget melihat di semua lantainya penuh dengan darah segar. Lalu Raza berteriak  memanggil-manggil sahabatnya.  
“Anaya, Vioni, Racka …, kalian dimana..” Teriakan Raza  sambil berlari-lari. Tapi tiba-tiba saja Raza terjatuh karena  ada yang mendorongnya dari belakang. Lalu Raza mencoba menengok ke belakang ternyata di lihatnya setan perempuan  dengan muka penuh darah dan meleleh layaknya sebuah lilin.
“A…A…A…” Teriakan Raza sambil kembali bangun dari jatuhnya dan berlari. Raza menghentikan pencarian sahabatnya, Raza berlari menuju tangga ke lantai empat.
Di tengah-tengah gelapnya lorong Raza terus berlari sambil memikirkan jalan mana menuju lantai empatKetika berlari tiba-tiba saja Raza terjatuh lagi, karena Raza merasakan seperti ada yang memegang kakinya. Tapi ketika Raza menoleh kebelakang dengan hati-hati, ternyata tidak ada apa-apa. Leganya nafas Raza saat itu, tapi  ketika Raza mengembalikan pandangannya  ke arah depan, tiba-tiba Setan muka darah itu sudah ada di hadapannya.
“A…A…A..” jeritan Raza ketakutan. Raza pun langsung bangun kembali dan berlari sambil berteriak minta tolong. Tapi setan itu mengejar Raza sambil merangkak. Raza terus berlari tanpa menghiraukan rasa capek.
Beberapa lama kemudian setan itupun tidak kelihatan lagi. Lalu Raza berhenti  dari larinya dan bersandar ke tembok. Raza berjongkok sambil menenangkan nafasnya. Tiba-tiba Raza di kagetkan dengan cairan yang menetes ke dahinya. Lalu Raza mencoba  membersihkan dahinya dengan tangannya, tapi Raza kaget ketika melihat cairan yang ada di tangannya itu ternyata  darah. Tiba-tiba Raza langsung melihat keatas dan ternyata di lihatnya setan muka  darah itu sudah ada di atasnya dengan tangan terlentang mengarah ke arah Raza serta kukunya yang tajam  dan menusuk muka dan tubuh Raza.
“Tidaaaak” teriakan terakhir Raza, Razapun mati dengan muka penuh dengan darah dan usus terburai keluar.





□□□ CHAPTER 9 □□□



Vioni, Anaya, dan Racka kebingungan Ketika mencari jalan menuju lantai empat. Racka berlari pada urutan pertama, Anaya berlari pada urutan ke dua, sedangkan Vioni berlari pada  urutan terakhir. Ketika berlangsungnya mereka berlari, Vioni melihat Raza sedang memukul-mukul tembok, Anaya dan Racka terus berlari, menurut Anaya dan Racka, Vioni berada di belakangnya, padahal Vioni tidak mengikuti Anaya dan Racka, melainkan mendekati Raza,
“Raza kamu ngapain disini ?” Tanya Vioni dengan dengan nafas yang kencang. Tapi Raza tetap saja diam dan terus memukul-mukul tembok. Kemudian Vioni mendekat lagi dan menepuk pundak Raza. Tapi ketika Raza membalikan badannya, dilihatnya muka Raza yang penuh dengan darah dan ususnya yang terburai keluar.
“A…A…A…” jeritan Vioni yang kaget dan ketakutan. Lalu Vioni berlari menyusul Racka dan Anaya sambil berteriak minta tolong. Kemudian Vioni melihat tangga menuju lantai enam dan mencoba untuk naik, tapi baru menaiki Sembilan anak tangga tiba-tiba muncul setan berjubah hitam yang sedang berdiri menghadap ke arah Vioni, perasaan Vioni kaget sekali dan tiba-tiba saja kepalanya terlepas dari badannya dan menggelinding ke arah Vioni yang sedang berlari ketakutan.
Vioni terus berlari sambil minta tolong, hanya saja, ketika Vioni belok ke arah kanan, tiba-tiba muncul setan nenek-nenek yang mukanya penuh dengan nanah dan belatung.
“A…A…A…” teriakan Vioni ketakutan, lalu Vioni berlari lagi ke arah yang berlawanan, tiba-tiba saja Vioni kepergok sama setan kepala buntung itu, Vioni terjatuh terus berdiri lalu berlari lagi, tapi setan kepala buntung itu terus mengejar Vioni  sampai menggigit lehernya.
“A..w. jangan..tolong… tolong… A…A…A…” jeritan terakhir Vioni di masa hidupnya.
Anaya dan Racka menyadari bahwa Vioni tidak bersamanya. Lalu mereka berdua balik lagi mencari Vioni, tapi ditengah-tengah pelarian kaki Racka ada yang memegangnya sehingga Racka terjatuh.
“ADUH, Anaya tolong Saya”kata Racka ketakutan. Tapi Anaya malah mundur dan ketakutan. Anaya menangis dan berteriak minta tolong, tapi setan wanita bermuka darah itu menarik Racka lau menggusurnya. Anaya mencoba meraih tangannya Racka tapi tak terkejar. Dilihatnya dari kejauhan bahwa Racka tubuhnya dimakan oleh setan itu. Tiba-tiba muncul puluhan setan bermuka darah  yang ingin memakan Racka sambil berebutan.
Anayapun lari dari tempat itu tanpa menghiraukan Racka. Anaya berlari dengan kencangnya sambil  mengalirkan air mata. Lalu Anaya terjatuh karena kakinya tersangkut. Tapi alangkah derasnya air mata Anaya ketika melihat yang disangkut oleh kakinya itu ternyata mayat Vioni yang mati mengenaskan.
Anaya memeluk Vioni sambil meneteskan air matanya dalam waktu yang singkat.
Anaya kembali berlari dengan air mata yang tidak henti-hentinya mengalir. Setelah Anaya melihat Vioni yang mati mengenaskan kemudian Anaya juga melihat Raza yang tergeletak tak bernyawa dengan darah di mukanya dan usus terburai keluar.
Tangisan Anaya mengiringi di setiap langkahnya. Anaya terus berlari kesana kesini mencari tangga ke bawah.






□□□ CHAPTER 10 □□□


Beberapa lama kemudian akhirnya Kikan terbangun dari pingsannya. Adlan merasa cemas karena ke empat sahabatnya belum juga tiba. Adlan dan Kikan pergi untuk mencarinya. Karena suasana yang gelap gulita, Adlan menggunakan senter handphone untuk mencari sahabatnya. Adlan dan Kikan pergi kesana kemari mencari tangga ke lantai 5. setelah beberapa menit akhirnya mereka berdua menemukan tangga juga.
Sementara itu, beberapa lama kemudian, akhirnya Anaya menemukan tangga untuk jalan ke lantai 4.
Adlan dan Kikan ragu-ragu melangkah ke anak tangga. Tapi baru saja naik anak tangga yang ke dua, tiba-tiba terdengar suara Anaya yang minta tolong.
“Adlan…Tolong …”
“Anaya…Anaya…” teriakan Adlan dan Kikan yang keheranan.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari atas tangga.
“Adlan, Kikan”. Kata Anaya dengan perasaan senang sambil meneteskan air matanya.
Lalu Adlan dan Kikan menghampiri Anaya naik ke tangga dan turun bersama. Ketika di tengah-tengah tangga, Tiba-tiba muncul sebuah tangan berdarah dengan kuku yang tajam dan langsung mencakar kaki Kikan sampai berdarah.
Akhirnya Kikan jatuh terguling-guling di tangga.
“KIKAN…” teriakan Adlan dan Anaya.  Lalu Adlan dan Anaya berlari  mendekati Kikan.
“Kikan kamu tidak apa-apa?”
“Gak apa-apa kok, Cuma luka sedikit”.
“Tapi kakimu berdarah”.
“Tenang aja lagi, Saya gak apa-apa kok, yang harus di Tanya itu Anaya bukan Saya” kata Kikan sambil mengusap betisnya yang berdarah.
Setelah itu, tiba-tiba saja  Anaya menangis,
“Ditempat ini banyak sekali setannya” kata Anaya. Kikanpun kaget.
“Lantas mana yang lainnya” kata Adlan keheranan.
“Mereka…,Mereka…,” suara Anaya yang hampir tidak kedengaran.
“Mereka APA?” suara Adlan mengeras dan penasaran.
“Mereka…Raza,Racka, dan Vioni telah mati” jawab Anaya sambil menangis.
Kikan ikut-ikutan menangis sedangkan Adlan diam tak berdaya. Tiba-tiba lampu nyala kembali. Mereka senang. Lalu terdengar suara petir di luar pertanda akan turun hujan.
Tiba-tiba lampu pun mati kembali. Mereka bertiga ketakutan dan mulai menuju tangga ke lantai 3 dengan menggunakan senter sebagai alat penerangan. Lalu lampu pun nyala kembali. Adlan dan Anaya memapah Kikan yang kesakitan. Mereka berfikir turun menggunakan lif akan lebih cepat dibandingkan lewat tangga. Lif pun terbuka dengan normal , tapi baru lantai dua tiba-tiba lif mati. Mereka bertiga panik dan saling menyalahkan. Adlan kembali menyalakan senternya, tapi baterainya habis. Keadaan di lif gelap, Anaya dan Kikan menangis. Beberapa menit kemudian lif pun jalan lagi dan lampu kembali menerangi mereka bertiga, tapi alangkah kagetnya mereka ketika di dalam lif itu ada seseorang yang memakai jubah hitam. Mereka bertiga menjerit ketakutan. Teriakan mereka di ulang kembali bahkan lebih keras setelah orang yang memakai jubah hitam itu menampakan mukanya yang penuh darah dan belatung.
Lalu orang yang memakai jubah hitam itu mencekik Adlan dan Anaya sampai berdarah, tapi beberapa detik kemudian lif terbuka di lantai dasar. Orang yang memakai jubah hitampun menghilang.
Adlan dan Anaya batuk-batuk. Lalu mereka berlari menuju pintu utama. Tapi, lampu padam kembali. Mereka diam sejenak, dan lampu pun nyala kembali. Mereka berlari lagi tapi lampu pun padam kembali.
Mereka berhenti lagi dengan perasaan takut. Beberapa detik kemudian lampu pun nyala kembali. Namun ketika lampu itu nyala kembali, di lihatnya di sekeliling ruangan itu penuh dengan  puluhan mayat yang berserakan dengan darah berceceran. Termasuk mayat Raza, Racka dan Vioni pun ada di sekelilinginya.
“A…A…A…” teriakan mereka bertiga. Mereka bertiga ketakutan sambil berlari menuju pintu utama. Tapi setelah di depan pintu, tiba-tiba lampu mati kembali, sehingga pintu tidak bisa di buka. Mereka bertiga ketakutan, dan beberapa detik kemudian lampu nyala kembali dan disusul dengan hidupnya puluhan mayat tersebut dengan merentangkan tangannya ke depan dan posisi kepalanya miring.
“A…A…A…” jeritan mereka bertiga. Kemudian mayat hidup itu berjalan menuju mereka bertiga dan mencoba utuk mencekiknya. Tiba-tiba Pintu utama terbuka sebelum mayat hidup itu mendekati mereka. Adlan dan Kikan berhasil keluar, sedangkan Anaya terjepit setengah badannya  di pintu utama dikarenakan lampunya mati kembali.
Lalu semua mayat hidup itu memakan Anaya sampai darahpun berceceran dimana-mana.
Adlan sungguh tak berdaya, Kikan nangis. Suasana di luar membasahi tubuh mereka berdua. Dan sekali-kali petir menyambar.
Adlan dan Kikan pergi menuju tempat parkir mobil. Tapi di perjalanan, petir menyambar ke sebuah pohon hingga tumbang, dan jatuh mengenai Kikan. Kikan tidak sadarkan diri, darah mengalir di dahinya. Lalu Kikan langsung di bawa ke mobil untuk dilarikan ke rumah sakit secepatnya. Adlan mengendarai mobil dengan cepatnya. Waktu telah menunjukan pukul 04.30 WIB. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sudah di depan mata. Kikan di angkat oleh Adlan dan masuk ke ruang Unit Gawat darurat (UGD). Adlan mengurus administrasinya dan menunggu di sebuah kursi di sebuah lorong rumah sakit dengan pikiran yang kacau. Kokok ayam terdengar di telinga Adlan, kicauan burung mencoba menghibur hati Adlan yang sedang galau. dan berlama-lama kemudian, ternyata dokterpun memberikan hasil analisanya. Hasil keputusan dokter menyatakan bahwa Kikan hilang ingatan.
Mendengar keputusan Dokter Adlan sama sekali tidak berdaya. Adlan pun meneteskan air matanya. Lalu Adlan pergi ke kamar pasien, untuk pamitan kepada Kikan yang dalam keadaan belum siuman.







□□□ CHAPTER 11 □□□


Sesampai di rumah, Adlan melihat foto sahabatnya. Ada Raza, Racka, Vioni, Anaya, dan Kikan. Semua sahabat Adlan yang telah mati kecuali Kikan yang hilang ingatan, membuat Adlan murung di kamar.
“Den…den…, makan dulu, nanti sakit.” Kata pembantunya. Tetapi Adlan tetap diam, dipikirannya selalu teringat kematian sahabatnya. Waktu menunjukan pukul 09.00 WIB.
Lalu Adlan menonton TV di kamarnya, tapi chanel yang ditontonnya terdapat berita kematian anak remaja di sebuah gedung tua. Adlanpun nangis, karena mayat itu adalah teman-temannya.
Keesokan harinya Adlan pergi ke gedung itu untuk menanyakan asal usul dan misteri apa tentang gedung tua itu.
Sesampai disana, Adlan bertemu dengan kakek yang tinggalnya tidak jauh dari gedung tua itu.
Kata kakek itu…………
“Dulu, tempat itu adalah sebuah bank swasta, yang banyak sekali peminatnya untuk meminjam dan menabung. Tapi suatu hari ketika kakek sedang berjalan melewati gedung itu, tiba- tiba ada seorang penjahat yang menginginkan uang. Penjahat itu memakai jubah berwarna hitam dan membawa sabit, karena uang itu tidak diberikan, maka penjahat itu tidak segan-segan untuk membunuh semua yang ada di bank itu, termasuk satpamnya. Tapi salah satu pegawai bank itu ada yang menyempatkan diri menghubungi polisi, tapi akhirnya terbunuh juga. Ada kepalanya yang diputuskan, ada ususnya yang dikeluarkan, dan macam-macam segala cara membunuhnya. Beberapa saat kemudian polisi datang, lalu menembak muka penjahat itu. Nah dari kejadian itu, tidak ada lagi yang berani masuk ke dalam”. Cerita kakek telah selesai.
Adlan hanya terpaku diam.
“Ngomong-ngomong, siapa nama Ade”? Tanya kakek.
“Nama saya Adlan, kalau kakek”? Tanya balik Adlan.
“Oh kakek, Mang Udin”.
 “Ya sudah deh kek, ini ada sedikit uang untuk kakek, mudah-mudahan bermanfaat”. Kata Adlan.
“Terima kasih Ade”.
“Permisi kek, terima kasih atas informasinya”. Kata Adlan.
Akhirnya Adlan puas dengan cerita kakek, lalu Adlan kembali pulang. Akhirnya Adlan kembali untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari dan mencoba melupakan kejadian tragis yang menimpa sahabatnya itu, mulai dari sekolah dan lain-lain.

“1 tahun kemudian”

Hari ini adalah hari ulang tahunnya Adlan. Adlan teringat dengan kejadian setahun yang lalu, Adlan melihat album kenangan ketika bersama sahabat-sahabatnya dulu. Adlan juga tidak lupa menengok Kikan yang masih dirawat di rumah sakit jiwa. Adlan juga tidak lupa untuk berziarah ke empat makam sahabatnya. Dan pastinya, Adlan terus meningkatkan ibadahnya kepada Allah SWT.
Suatu ketika di rumahnya, Adlan mencari-cari buku “PRIMBON”. Di bukanya lemari-lemari dan di acak-acaknya buku buku namun tidak ketemu juga. Mencoba mencari ulang dan memeriksa dari rak bukunya untuk menemukan buku yang di carinya itu.
Beberapa puluh menit kemudian, akhirnya buku primbon itu berhasil di temukan, lalu Adlan membakar buku itu karena Kematian seseorang bukan di lihat dari mimpi, melainkan kehendak dan kekuasaan Allah swt. Kata Adlan dalam hatinya.


S E K I A N

5 komentar: